Rabu, 26 Februari 2014 2 komentar

Rekan Kerjaku Yang Aku Segani

Sebelum aku mulai cerita ini, aku ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu. Namaku Alwan (samaran) dan Aku adalah seorang pemuda yang tinggal disebuah kota di Jawa Tengah. Aku merasa nyaman kerja di kota ini, karena teman-teman sekantorku orangnya ramah-ramah dan mengayomi bagi para pegawai muda yang masih mentah dalam pengalaman kerja Aku sangat berterima kasih pada rekan-rekan kerjaku yang tanpa pamrih membimbingku dalam berbagai hal.

Diantara rekan-rekan kerjaku ini, ada seorang wanita yang cantik keibuan dan umurnya 8 tahun diatasku. Namanya Nunik.
Pada saat pertama kali aku bertemu dengannya dia belum menunaikan ibadah haji dan belum mengenakan jilbab, sehingga aku bisa melihat putih dan mulusnya kulit betis sebagian pahanya pada saat dia duduk. Tapi yang membuat aku tertarik padanya adalah banyaknya bulu-bulu yang tumbuh di betis dan lengannya yang membuat dirinya semakin seksi dimataku. Karena dalam imajinasiku jika seorang wanita mempunyai bulu-bulu yang lebat di betis dan lengan, terbayang olehku pastilah dia akan sangat menggairahkan dan mampu memberikan kenikmatan pada lelaki di tempat tidur. Maka aku selalu membayangkan dan menghayalkan betapa nikmatnya bila aku dapat menggaulinya. Obsesiku untuk dapat menggaulinya tidak pernah hilang, walaupun aku telah menikah dua tahun setelah aku bekerja. Dan dia selalu ada dalam hayalanku pada saat aku dan istriku sedang melakukan hubungan suami istri.
Tapi sebagai junior, tentu saja aku tidak berani macam-macam padanya. Apalagi dia adalah seorang istri pejabat Pemda di daerahku. Oh ya, Dia sudah menikah selama 10 tahun dan baru dikaruniai putra berumur 2 tahun.
Rupanya rumah tangganya termasuk yang cukup lama untuk mendapatkan momongan. Dari rekan-rekanku, kuketahui bahwa pada awal pernikahan mereka, suaminya pernah mendapat masalah dalam urusan vitalitas, itulah sebabnya dia lambat mendapatkan momongan. Disamping itu kuketahui pula bahwa perbedaan usia antara dirinya dan suaminya cukup jauh, yaitu sekitar 15 tahun.
Aku sering mendekatinya untuk sekedar ngobrol ngalor-ngidul, orangnya enak diajak ngobrol, ramah pada setiap orang. Itulah sebabnya rekan-rekan lelaki ditempat kerjaku senang menggodanya, dan dia tidak marah jika godaan-godaan itu tidak terlalu bersifat pelecehan. Namun aku tidak pernah menggodanya, karena selain usiaku jauh lebih muda darinya, aku tidak ingin ia menganggapku macam-macam. Aku selalu bertindak sebagai seorang junior yang memerlukan petunjuk dari seniornya sehingga aku bisa semakin dekat dengannya, karena dia merasa bahwa aku sangat menghormati dan mengaguminya.
Lima tahun setelah aku bekerja, dia menunaikan ibadah haji dengan suaminya dan sejak saat itu dia selalu mengenakan jilbab untuk menutup seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangannya. Namun jilbab yang ia kenakan tidak mampu menyembunyikan keseksian tubuhnya, dan bahkan membuat dirinya semakin cantik dan keibuan, ditambah lagi dengan gaun dan jilbab yang ia kenakan selalu serasi dengan model-model yang gaul. Sehingga dia semakin menjadi objek hayalanku pada saat aku sedangkan melakukan hubungan suami istri dengan istriku.
Aku selalu konsisten menjaga sikapku dihadapannya, karena tidak ingin dia benci atau menjauh dariku. Maka dengan sabar aku selalu menjaga kedekatanku dengan dirinya sehingga aku dapat menikmati kecantikan, keanggunan dan keseksian tubuhnya dari dekat.
Kesabaranku itu kujalani hingga saat ini setelah 10 tahun mengenalnya dan dia merasa aku sebagai sahabat baik dan sekaligus bagaikan adik baginya, sehingga tidak segan-segan menceritakan berbagai masalah dengan diriku, bahkan meminta bantuanku untuk hal-hal yang tak dapat dia kerjakan. Bahkan kami sering duduk berdampingan dalam mengerjakan sesuatu sehingga aku bisa merasakan lembutnya buah dadanya yang montok. Dan pernah aku menggeser-geserkan bahuku yang menempel dengan buah dadanya, tapi dia hanya berkomentar “jangan nakal ach…, Wan !” sambil tersenyum dan tidak ada nada marah sama sekali. Sehingga hal itu sering aku lakukan bila kami duduk berdampingan pada saat mengerjakan sesuatu
Pada suatu hari ia datang padaku dan mengkonsultasikan laptop miliknya yang terasa lambat dan juga minta diajari bagaimana caranya mengkoneksikan laptop dengan internet. Setelah kuperiksa, ternyata banyak virus yang mengerogoti sistem di laptopnya sehingga mengakibatkan kinerja laptopnya menjadi terganggu. Dan aku bilang untuk membersihkan semua virus di laptopnya diperlukan waktu yang cukup lama, sedangkan agar bisa dikoneksikan ke internet, harus ada jalur telepon. Lalu dia menyarankan agar untuk menangani laptopnya dikerjakan di rumah kost miliknya yang ada di dekat kantor kami. Rumah kost itu terdiri dari 10 kamar dan diisi oleh para pelajar yang bersekolah di sekitar daerah itu. Dan aku menyanggupinya.
Sepulang dari kantor, aku dan dia menuju rumah kost miliknya dan kebetulan, hari itu adalah hari sabtu, sehingga semua penghuni kost pada pulang ke kampungnya masing-masing dan rumah kost tersebut kosong. Begitu tiba di sana, dia langsung membawaku ke ruang tamu dan aku mulai melakukan pembersihan virus dengan software yang aku bawa.
Sambil menunggu anti virus bekerja, kami ngobrol berbagai hal diselingi dengan minum dan makan camilan yang ia sediakan. Dari obrolan itu kuketahui, bahwa setiap malam minggu dia suka tidur di rumah kost ini pada saat para penghuni kost pulang ke kampung halamannya masing-masing. Oleh sebab itu di rumah ini ada kamar khusus untuk dirinya. Aku merasa heran, apakah suaminya tidak apa-apa ditinggal tidur sendiri di rumah sementara dia menunggu di rumah kost. Dia menjawab tidak ada masalah dengan hal itu, bahkan katanya di rumah pun dia jarang tidur sekamar dengan suaminya. Karena sejak suaminya pensiun, suaminya lebih sering ingin tidur sendiri. Aku heran dengan kenyataan ini, kenapa ada rumah tangga seperti ini, tapi aku mau bertanya lebih lanjut, takut dia merasa aku akan semakin jauh mengetahui privasi rumah tangganya.
Hari semakin gelap, tetapi anti virus masih bekerja, karena banyak sekali virus yang menyerang laptopnya dan kami terus melanjutkan obrolan. Tanpa disadari atau seolah-olah tanpa disadari, kami telah duduk berdampingan di ruang tamu yang sepi ini. Sambil mengobrolkan hal-hal yang bersifat pribadi. Perlahan-lahan aku mulai terangsang terhadapnya, tapi aku masih merasa takut untuk memulainya, walaupun bisikan-bisikan di kepalaku mengatakan bahwa inilah saatnya yang tepat untuk mewujudkan obsesi yang selama ini ada dalam khayalanku.
Akhirnya dengan hati-hati aku berkata padanya “Apakah, bapak tidak sayang meninggalkan ibu tidur sendiri ? Uhh… kalau saya jadi bapak, tidak akan saya biarkan ibu tidur sendiri satu malampun. Sayang dong…., membiarkan tubuh seksi dan cantik seperti ibu ini sendirian….. mubazir ”
“Ach… Alwan bisa aja ! Masak sih… tubuh peot dan wajah keriput ini disebut seksi dan cantik ?” katanya tersenyum dan tampaklah ekspresi kebanggaan diwajahnya mendengar pujianku. Dan aku merasa gembira karena dia tidak marah dengan ucapanku.
Dan kembali aku lanjutkan rayuanku “ bener lho, Bu! Saya ‘ngga bohong… , Di mata saya ibu adalah wanita yang paling cantik dan seksi di kantor kita..!”
“Udah ach… , jangan dilanjutkan rayuannya nanti saya bisa terbang… !” jawabnya samibil tersenyum semakin tersanjung.
“Ngomong-ngomong… , Bu..! Boleh ‘nggak saya minta sesuatu, nggak macam-macam kok, swear !” kataku
“Minta apaan sich.. ? kalau nggak macam-macam akan saya penuhi ! “ katanya
“Sebelumnya maaf ya, bu ! Boleh ngga saya membelai bulu kaki yang ada di betis dan bulu tangan yang ada di lengan ibu yang dulu sering saya lihat. Saya benar-benar terobsesi dengan bulu-bulu yang dimiliki ibu ?” kataku memberanikan diri.
Dia memandangku heran “Kok, Alwan tahu kalau saya memiliki bulu di kaki dan lengan…? Rupanya Alwan sering ngintipin ibu ya ?” Katanya menggodaku.
Aku tergagap mendapat godaannya “Ti…tidak bu…, saya tidak pernah ngintip.. khan dulu ibu ngga pake jilbab..” jawabku membela diri
“Apa sich.. istimewanya bulu-bulu itu ? saya justru merasa risih” katanya lagi
“Justru bagi saya hal itu sangat istimewa dan menggairahkan….., boleh kan bu, saya membelainya !”
“Ya.. dech …” Dia mengalah dan menyingsingkan ujung lengan bajunya hingga sebatas siku. Mataku terbelalak melihat putih dan mulusnya kulit lengan yang dihiasi dengan bulu-bulu lengan yang cukup panjang, aku semakin terangsang namun masih bisa mengendalikan diri. Dengan tangan gemetar aku membelai lengan halus tersebut. Darahku berdesir ketika tanganku mengusap dan membelai langan halus nan berbulu itu. Dari sudut mataku terlihat dia merasa bangga atas keterpanaanku pada kemulusan dan keindahan kulit lengannya. Aku tak tahu apakah dia merasakan desiran-desiran rangsangan pada saat telapak tanganku membelai lengannya.
Setelah puas membelai lengannya, kembali aku berkata “kakinya belum bu ? “. Namun dia menjawab tidak serius “udah ach…, cukup .”. Lalu rayuku lagi “Akh… Ibu, khan tadi saya mintanya lengan dan kaki !”
Lalu dengan gaya seperti yang terpaksa dia mengangkat rok panjangnya sebatas lutut sehingga terlihat betis indah yang putih mulus dihiasi oleh bulu-bulu yang cukup panjang dan merangsang. Kembali tanganku bergetar membelai betih indah tersebut, mataku terpejam dan darahku semakin berdesir memberikan rangsangan-rangsangan yang sangat kuat padaku. Cukup lama tanganku membelai dan mengusap betis indah milik Hj Nunik ini. Aku sangat menikmati apa yang kulakukan. Betis kiri dan kanannya secara bergantian aku belai dan usap, terlihat mata Hj. Nunik terpejam menikmati belai tanganku “Oh..mmmnn .. “ mulutnya berguman tidak jelas.
Melihat itu aku tak mau berhenti, tanganku terus membelai betis indah itu dan dengan sangat hati-hati arah belaian semakin ke atas di sekitar lutut . Mata Hj Nunik semakin rapat terpejam. Dengan hati-hati kedua betis Hj Nunik aku naikkan ke atas jok kursi panjang yang kami duduki dan aku duduk di lantai menghadap betis indah dan sebagian paha disekitar lutut yang terbuka”
Dengan suara bergetar dan suara yang sedikit memburu dia berkata “Kok jadi duduk dibawah ?”
“Ngga apa-apa bu, supaya lebih jelas “ jawabku beralasan ”Awas lho… jangan macam-macam !” ancamnya dengan nada yang tidak yakin.
Kembali tanganku melanjutkan belaian dan usapan pada betis berbulu yang merangsangku ini, tanganku dengan lembut membelai betis kiri dan kanan secara bergantian . Kembali matanya terpejam menikmati belaian tanganku pada betisnya. Kuberanikan diri untuk mencium lembut ujung kakinya. Matanya terbuka dan berkata “Kok..?” hanya kata itu yang keluar. Akhirnya kedua tangan dan bibirku membelai betis hingga lutut dan paha di sekitar lutut. Ciumanku dan tanganku semakin naik ke atas, ciumanku sudah mencapai lututnya dan kedua tanganku sudah membelai kedua pahanya. Dia semakin terlena, napasnya semakin memburu dan mulutnya semakin sering mengguman sesuatu yang tidak jelas. Sedangkan aku semakin terangsang penisku sudah mulai mengeras. Tapi aku masih berhati-hati agar dia tidak menghentikan usahku ini.
Tanganku semakin aktif membelai paha bagian bagian dalam dan mulutku menciumi lututnya yang kiri dan kanan secara bergantian. Duduknya sudah mulai gelisah, pinggulnya sudah bergoyang-goyang dan dari mulutnya sudah mulai memperdengarkan erangan-erangan nikmat dan terangsang. Ku hentikan gerakanku, matanya terbuka memandangku sayu, terlihat bahwa dia sudah sangat terangsang, kuberanikan diri wajahku mendekati wajahnya, dia memejamkan matanya kembali dengan mulut yang terbuka menantang, lagsung bibirku menciumi bibirnya yang seksi. Dia tidak marah, bahkan menyambut ciumanku dengan hangat dan sangat bergairah. Kami berciuman dengan sangat bergairah. Kedua tangannya meraih kepalaku dan mencium bibirku dengan sangat panas, bibirnya menghisap-hisap bibirku dan lidahnya menari-nari dengan lidahku seperti seorang wanita yang sudah sangat lama tidak bermesraan, tentu saja aku semakin melayang nikmat dan bersemangat. Tanganku mulai meremas-remas buah dadanya yang montok, dia diam saja bahkan semakin bergairah dan mengerang nikmat. Tanganku mulai mencopoti kancing bajunya satu-persatu dan menyusupkan tangan kananku ke dadanya yang sudah terbuka, kemudian menarik cup bh-nya ke atas, sehingga kedua buah dadanya yang putih montok terbuka bebas. Tanganku langsung meremas buah dada montok itu yang kiri dan kanan.
Dia menghentikan ciumannya dan memegang tangan kananku, sambil memandang padaku dengan sayu. Aku terkejut, takut dia marah dan menghentikan usaha yang telah dengan sabar aku lalui. Namun dengan suara bergetar dan napas memburu dia berkata “Jangan disini Wan..! bahaya kalau ada tamu datang… Di kamar saya aja.., biar tenang!” Plong… dadaku terasa lapang, ketakutanku ternyata tidak terbukti. Dia kemudian berdiri dan mengunci pintu tamu dan menarik diriku menuju kamarnya.
Tak kuperhatikan lagi anti virus yang masih bekerja pada laptop. Dengan tergesa-gesa kami menuju kamarnya yang cukup luas. Begitu tiba di dalam kamar, dia langsung menutup pintu kamar dan menarikku ketempat tidur. Aku langsung menindihnya dan bibirku kembali mencium bibirnya dengan gemas. Ciumannya kali ini semakin panas dan bergairah dan dia sudah tidak segan-segan lagi mengeluarkan lenguhan dan erangan nikmat.
Tanganku kembali merayap ke buah dadanya yang masih terbuka dan meremas-remasnya dengan nikmat, Dia membantu mencopoti sisa kancing yang masih terkait sehingga semua kancing bajunya terlepas dan melepaskan kaitan tali bh-nya. Kemudian dia duduk dan melepaskan baju dan bh dari tubuhnya. Tampaklah dihadapanku tubuh seorang wanita matang yang masih mengenakan jilbab dan rok panjang, namun sudah tidak mengenakan baju dan bh.
Aku kembali menubruknya dan mendorong tubuhnya hingga telentang diatas kasur, bibirku menciumi seluruh bagian buah dadanya baik bagian kiri maupun bagian kanan sedangkan tangan meremas-remas buahdada yang tidak aku ciumi. Aku begitu bernafsu menciumi buah dada Bu Hj Nunik ini. Walaupun dia sudah berumur, namun buah dadanya masih montok dan sekal, tidak mengelayut dan kendor. Kuhisap dan kujilati setiap mili bagian buah dada menggairahkan ini. Dan akhirnya bibirku dengan asyiknya menghisap dan menjilati putting susu yang tegak menantang. Dia semakin mengerang nikmat “Akhhhh… wan… euh … euh….!” Badannya bergelinjang-gelinjang menahan nikmat yang menderanya.
Setalah cukup lama bermain-main di buah dadanya, kedua tanganku berusaha melepaskan pengait rok panjang yang masih dikenakannya dan menariknya hingga lepas sekaligus dengan celana dalam nilon yang dia kenakan, dia hanya diam saja dengan tatapan mata yang semakin sayu, kembali mataku nanar melihat pemandangan merangsang yang ada dihadapanku. Sungguh luar biasa Bu Hj Nunik ini, walaupun sudah berusia 45 tahun, tapi tubuhnya masih sangat sempurna, perutnya masih ramping tanpa ada timbunan lemak, paha masih padat dan mulus dan yang paling luar biasa adalah jembut yang menutup vaginanya demikian lebat dan hitam menutupi hampir seluruh bagian antara kedua paha hingga keatas mendekati pusat
Beberapa saat aku terpana menatap pemandangan indah ini, Dia bangun dan meraih bajuku sambil berkata “Buka bajunya Wan… , ngga fair dong…, saya udah telanjang sementara Alwan masih berpakaian lengkap..” Dengan bantuannya aku mencopoti bajuku yang sudah basah oleh keringat dan sekaligus aku membuka celana panjangku sekaligus dengan cd yang aku kenakan. Dia terpana memandang penisku yang tegak menjulang, Tangannya mendorong tubuhku hingga aku telentang , kemudian dengan gemetar tangannya meraih penisku dan mengocoknya dengan gemas, aku melayang nikmat merasakan kocokan tangannya pada penisku, kemudian bibirnya dengan lembut menciumi penisku dan lidahnya menjilati kepala penisku. Aku semakin melayang.. “Ouhhh…. “ aku melenguh nikmat. Cukup lama lidah dan bibirnya bermain di kepala penisku membuat aku melayang-layang nikmat, kemudian mulutnya semakin terbuka lebar untuk memasukkan penis tegangku kedalam mulutnya sambil lidahnya terus-menerus menjilati kepala penisku. Mataku semakin terbeliak-beliak menahan nikmat “Ouh…ouh… aduhh….aduh… “ erangan nikmatku keluar tanpa dapat kucegah.
Dia begitu gemas dengan penis tegangku, bagaikan seorang wanita yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengan penis yang tegang. Tanpa memperdulikan diriku yang terengah-engah menahan nikmat, mulut dan lidahnya terus menerus memberikan kenikmatan pada diriku. Aku tak tahan, ku geserkan kepalaku mendekati lututnya yang sedang menungging. Aku posisikan kepalaku diantara kedua lututnya yang terbuka, sehingga posisi kami menjadi posisi 69. Aku mulai menjilati jembut hitam yang menutupi vagina yang ada dihadapanku. Kedua tanganku membelai pantat montok, sementara lidahku terus mencari celah vagina yang tertutup jembut yang lebat, kusibakkan jembut lebat tersebut, terlihatlah vagina yang sudah sangat basah, lidahku terjulur menjilati celah vagina tersebut, badannya tergetar setiap kali lidahku menyentuh klentitnya. Aku semakin semangat menjilati dan menghisap vaginanya, dia semakin sering bergetar dan mengerang nikmat, sehingga mulutnya berhenti mempermainkan penisku. Aku tak peduli, lidah dan mulutku semakin lincah bermain di vaginanya, badannya semakin bergetar dan menekan-nekankan vaginanya dengan keras ke arah mulut dan hidungku sambil menjerit-jerit nikmat “Ouh.. ouh… ouh… euh…euh…”
Gerakannya semakin keras dan jeritannya semakin tak terkendali, hingga akhirnya pantatnya dia tekankan dengan keras ke arah mukaku hingga mulut dan hidungku tertekan vagina dengan sangat rapat sehingga aku sulit bernapas dan terdengar dia menjerit keras “Aaaakkkhhhh……..” kemudian terlihat olehku vaginana mengempot-ngempot dengan sangat keras.
Tak lama kemudian badannya ambruk menindih tubuhku. Beberapa saat kemudia dia menggulingkan tubuhnya hingga tidur telentang. Kubangunkan tubuhku dan memposisikan tubuhku agar tidur berdampingan. Kemudian matanya terbuka memandangku. Dengan napas yang masih tersengal-sengal dia berkata “kalau Alwan percaya…, Sudah 4 tahun saya tidak pernah melakukan hubungan suami istri, bukannya saya tidak ingin, tapi si bapak sudah tidak sanggup lagi. Sebagai wanita normal, tentu saja saya merasa sangat tersiksa denga keadaan ini…” Aku tidak mengomentari ucapannya, hanya dalam hati aku berkata pantas saja dia terlihat sangat gemas memandang penisku yang sangat tegang.
Karena aku belum apa-apa, maka badanku bangkit dan tanganku meremas-remas buah dadanya serta memilin-milin putting susunya yang perlahan-lahan mulai kembali tegak menjulang. Kembali badanku menindih tubuhnya dan bibirku mencium bibirnya, bibirnya menyambut bibirku dengan gairah yang kembali bangkit. Tangannya merayap ke arah penisku dan meremas-remas dengan gemas, kemudia berkata “Sekarang aja Wan! Saya sudah nggak tahan…”
Aku mengangkat pinggulku memberi jarak dengan selangkangannya, kemudian pahanya terbuka lebar dan tangannya menuntun penis tegangku agar tepat berada liang vaginanya. Dia sibakkan jembut lebat yang menghalangi liang vagina dengan kepala penisku, hingga akhirnya kepala penisku tepat berada di mulut liang vagina yang sangat basah. Kemudian kedua tangannya merengkuh pantatku dan menariknya.
Aku mengerti apa yang dia inginkan. Ku dorong pantatkudan Blessh…. Perlahan-lahan batang penisku menyusuri liang vagina hangat yang basah berlendir yang disertai kedutan-kedutan yang memijit batang penisku selama aku memasukinya. Jepitan dan kedutan vaginanya pada penisku memberikan sensasi nikmat yang luar biasa. Perjalanan masuk ini kulakukan perlahan-lahan, karena aku ingin menikmati setiap mili pergeseran antara batang penisku dan veginanya yang selama 10 tahun ini menjadi obsesi dan khayalanku. Aku tidak ingin obsesi yang menjadi kenyataan ini berlangsung cepat.
Setelah seluruh batang penisku amblas hingga ke pangkalnya, kudiamkan sejenak untuk menikmati sensasi nikmat yang diberikan oleh vaginanya pada diriku. Kemudian kutarik secara perlahan hingga menyisakan ujung kepalanya dan kudorong kembali masuk hingga amblas. Gerakan ini terus kulakukan dengan sabar sambil menikmati deraan nikmat yang datang bertubi-tubi.
Nampaknya Bu Hj Nunik ini sudah tidak sabar, pantat terangkat setiap aku mendorong masuk, dan tangannya memberikan bantuan kecepatan pada pantatku agar aku melakukan dengan lebih cepat dan keras. Aku tidak terpengaruh dengan gerakan pantatnya yang semakin bergelinjang dan tangannya yang semakin menarik-narik keras pantatku agar bergerak lebih cepat. Aku hanya menambah sedikit kecepatan pada gerakan mengocokku.
Pinggulnya semakin bergelinjang, kepalanya terlempar ke kiri dan kanan sambil mulut yang kembali mengerang-ngerang nikmat “Auh…auh….euh… euh…..” Gelinjang tubuhnya semakin keras dan hebat. Berputar, kekiri kekanan dan ke atas ke bawah, hingga akhirnya gerakannya semakin tak beraturan, badannya terlonjak-lonjak, tangannya menarik punggungku hingga tubuhnya terangkat dan kepalanya terdongak dengan mata terbeliak dia menjerit keras “Aaaaaakkkhhhhhh……. “ kakinya terjulur kaku, tak lama kemudian badanya terhempas lemas dan tangannya terlepas dari punggungku dan jatuh ke samping tubuhnya. Kurasakan vagina berkontraksi sangat keras memijit-mijit dan menghisap-hisap penisku sehingga akupun terbeliak menahan sensasi nikmat yang teramat sangat.
Kubiarkan batang penisku amblas di dalam vaginanya menikmati sensasi orgasme yang kembali dialaminya. Kutopang tubuhku dengan kedua tangan yang menahan di pinggir bahunya. Perlahan-lahan matanya terbuka dan berkata dengan napas tersengal-sengal menahan lelah “Makasih.. Wan.., barusan betul-betul nikmat…uuhhhh..” Aku hanya menjawab dengan mencium bibirnya dengan nafsu yang menggelora.
Dia menyambut lemah ciumanku. Dengan sabar aku berusaha membangkitkan kembali gairahnya. Kuciumi lehernya dari balik jilbab yang masih dikenakannya namun telah basah oleh keringat, kujilati dadanya yang juga basah oleh keringat. Ketelusuri hingga ke bawah hingga akhirnya mulutku kembali memilin-milin putting susunya untuk membangkitkan gairahnya. Sambil perlahan-lahan kukocok penisku yang masih terbenam divaginanya yang semakin basah, namun tetap masih terasa sempit dan memijit-mijit.
Perlahan-lahan gairahnya bangkit kembali, hal ini terasa dengan ciumannya yang semakin hangat dan pinggulnya yang bergerak membalas setiap gerakan pinggulku. Makin lama gerakan pinggulnya semakin erotis dan bersemangat dan erangan nikmat kembali terdengar dari mulutnya.
Kuhentikan gerakanku dan kucabut penisku yang masih tegang. Dia menatapku kecewa sambil berkata “Ada apa Wan? “. Aku tersenyum lalu berkata “Kita nungging bu!” Dia mengerti apa yang kuinginkan. Lalu dia bangun dan membuat posisi merangkak. Aku posisikan selangkanganku pada tengah-tengah pantatnya. Sebelum kumasukkan penisku, kembali aku terpana melihat keseksian tubuhnya dalam posisi menungging, kulit punggung yang begitu putih kekuning-kuningan, mengkilap oleh basahnya keringat yang keluar dari pori-pori tubuhnya. Hanya ada satu kata untuk mengomentari keadaan itu, yaitu “Sempurna..!” tanpa terasa bibirku berguman.
“Ada apa ..Wan..?” tanyanya padaku. Aku segera menjawab “Tubuh ibu betul-betul sempurna.”. Dia tidak menjawab mungkin dia merasa bangga dengan pujianku. Tangannya hanya menggapai-gapai meraih penisku untuk diarahkan vaginanya yang sudah menanti. Lalu kuarahkan penisku ke liang vaginanya dan Bleshhhh……
Kembali penisku menyusuri liang vagina basah yang masih tetap sempit dan memijit-mijit. Pantatku memulai bergoyang maju mundur agar penisku mengocok-ngocok vaginanya. Tanganku meraih buah dadanya yang bergantungan bebas dan kuremas-remas dengan gemas untuk menambah sensasi nikmat yang kembali mendera sekujur tubuhku. Tubuhnya bereaksi dengan apa yang kulakukan, mulutnya mengerang nikmat “Auh… auh… euh …. Euh… “, dan pinggulnya bergerak-gerak semakin liar. Kudiamkan gerakan pinggulku, namun pinggul dan pantatnya menghentak-hentakkan selangkanganku sehingga penisku semakin dalam mengocok dan mengaduk-aduk vaginanya. Kepalanya tidak bisa diam menggeleng-geleng sambil mulut yang tak henti-hentinya mengerang nikmat.
Gerakan pinggul dan pantatnya semakin liar tak terkendali, jeritan nikmatnya semakin keras, dan kedutan dan pijatan vaginanya pada penisku semakin keras. Hingga akhirnya badannya kaku, tangannya mencengkram kasur dengan sangat keras dan menjerit “Aaaakkhhhh…..” kembali kepala terdongak dengan mata yang terbeliak. Setelah itu kembali kontraksi keras terjadi pada vaginanya yang memelintir dan menghisap-hisap penis membuat aku terbeliak-beliak menahan nikmat. Tak lama kemudian… BRUK.. badannya jatuh tertelungkup hingga penisku yang masih tegang lepas dari vaginanya.
Kubiarkan dia istirahat menikmati sensasi orgasme yang kembali menderanya. Lalu mendekati punggungnya yang basah, kubelaikan tangan kiriku dari punggung hingga pantatnya, dan kuremas-remas pantat seksi itu. Tangan kananku menyibakkan jilbab yang sudah sangat basah dan akhirnya kulepaskan jilbab itu. Bibir dan mulutku menciumi tengkuk dan lehernya yang putih mulus tiada kerut. Mulutku menyusuri tengkuk dan punggung sedangkan tanganku meremas-remas pantatnya. Akhirnya gairahnya bangkit kembali. Dia membalikkan tubuhnya hingga telentang dan tangannya meraih tubuhku hingga menindih tubuhnya bibirnya mencium bibirku dengan ganas, kemudian tangannya mencari-cari penisku dan mengarahkan ke vaginanya.
Blesshh…. Untuk kesekian kalinya kembali penisku menjelajahi liangvagina yang semakin basah dan berdenyut. Aku menggerakkan pantatku untuk mengocok penisku di dalam vaginanya, dia menyambut dengan erangan dan gerakan pinggul yang bisa memelintir-melintir batang penisku dengan liarnya. Semakin lama gerakanku semakin cepat dan gerakannyapun semakin cepat dan liar.
Lenguhan nikmatku dan erangan nikmatnya bersatu padu membangun suatu komposisi musik penuh gairah dan merangsang, semakin lama suara erangan dan lenguhan nikmat semakin riuh rendah. Hingga akhirnya pantatku bergerak sangat keras dan liar tak terkendali demikian pula gerakan pinggulnya. Gerakan kami sudah menjadi hentakan-hentakan nikmat yang keras dan liar. Hingga akhirnya aku merasa gelombang yang maha dahsyat keluar dari dalam diriku melalui penis yang semakin keras dan kaku dan akhirnya tanpa dapat kukendalikan tubuhku menegang kaku dan badanku melenting ke atas serta menjerit melepas nikmat yang tak tertahankan “Akhhh….” Dan secara bersamaanpun dia menjerit nikmat “Akhhhh… “ dengan badan yang kaku dan tangan yang mencengkram punggungku dengan sangat keras.
Tak lama kemudian, tubuh kami ambruk kelelahan seperti orang yang baru saja berlari cepat dalam jarak yang sangat jauh. Aku menggulingkan tubuhku agar tidak menindih tubuhnya. Dan kami telentang berdampingan sambil menikmati sensasi kenikmatan orgasme yang masih datang menghampiri kami.
Setelah beberapa menit kami terdiam menikmati sensasi orgasme dan napas yang perlahan-lahan mulai pulih, Dia memiringkan badannya menghadapku, sambil tangannya membelai-belai dadaku dia berkata “Wan… kamu memang luar biasa… Dulu saja waktu si Bapak masih sehat. Belum pernah saya merasakan sepuas ini dalam berhubungan badan. Sebagai lelaki kamu mampu bermain cukup lama dan memberikan beberapa kali orgasme pada pasangan kamu. Pantas saja, istrimu sangat sayang padamu..”
“Ahh… jangan begitu ach… Bu! Saya jadi malu…” Sahutku sambil merasa bangga dipuji seperti itu.
Setelah cukup lama beristirahat kembali kami berpakaian, dan aku terlebih dahulu ke ruang tamu untuk memeriksa laptop yang masih menyala. Ternyata laptop sudah lama mati, karena hampir 1,5 jam aku tinggalkan. Tak lama kemudian Bu Hj. Nunik menghampiriku dan duduk disampingku sambil menggelayut mesra dan bertanya “bagaimana Wan , beres ?”. “Belum saya periksa bu…, keburu mati..” jawabku
“Ok dech , kamu lanjutin aja dulu, saya mau nyiapkan makan malam.
Akhirnya malam itu, aku menelepon istriku untuk memberitahukan pada istriku bahwa aku tidak bisa pulang, karena ada pekerjaan yang belum selesai. Akhirnya sepanjang malam itu hingga mendekati subuh, kami isi dengan persetubuhan yang sangat bergairah. Kami hanya istirahat untuk minum dan makan memulihkan tenaga. Malam itu kami bagaikan sepasang pengantin baru yang menghabiskan malam pertamnya. Hal ini terjadi barangkali karena Bu Hj Nunik ini merupakan Wanita yang menjadi obsesi saya yang selama 10 tahun menjadi khayalan dan impian. Sedangkan bagi Bu Hj. Nunik, malam itu merupakan malam pertama selama 4 tahun dia tidak mendapatkan kehangatan tubuh laki-laki.
Akhirnya sampai saat ini aku dan Bu Hj Nunik berselingkuh, tanpa seorang temanpun yang tahu. Kami berusaha menjaga perselingkuhan ini serapih mungkin. Entah sampai kapan….
Jumat, 07 Februari 2014 1 komentar

Babby Sitterku Sayang

Aku adalah seorang anak yang dilahirkan dari keluarga yang mampu di mana papaku sibuk dengan urusan kantornya dan mamaku sibuk dengan arisan dan belanja-belanja. Sementara aku dibesarkan oleh seorang baby sitter yang bernama Marni. Aku panggil dengan Mbak Marni.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1996 saat aku lulus SMP Swasta di Jakarta. Pada waktu itu aku dan kawan-kawanku main ke rumahku, sementara papa dan mama tidak ada di rumah. Adi, Dadang, Abe dan Aponk main ke rumahku, kami berlima sepakat untuk menonton VCD porno yang dibawa oleh Aponk, yang
memang kakak iparnya mempunyai usaha penyewaan VCD di rumahnya. Aponk membawa 4 film porno dan kami serius menontonnya. Tanpa diduga Mbak Marni mengintip kami berlima yang sedang menonton, waktu itu usia Mbak Marni 28 tahun dan belum menikah, karena Mbak Marni sejak berumur 20 tahun telah menjadi baby sitterku.

Tanpa disadari aku ingin sekali melihat dan melakukan hal-hal seperti di dalam VCD porno yang kutonton bersama dengan teman-teman. Mbak Marni mengintip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat dan tidak ketahuan oleh keempat temanku.
"Maaf yah, gue mau ke belakang dulu..."
"Ya... ya.. tapi tolong ditutup pintunya yah", jawab keempat temanku.
"Ya, nanti kututup rapat", jawabku.
Aku keluar kamarku dan mendapati Mbak Marni di samping pintuku dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Hmm.. hmmm, Mas Ton", Mbak Marni menegurku seraya membetulkan posisi berdirinya.
"Ada apa Mbak ngintip-ngintip Tonny dan kawan-kawan?" tanyaku keheranan.
Hatiku berbicara bahwa ini kesempatan untuk dapat melakukan segala hal yang tadi kutonton di VCD porno.

Perlahan-lahan kukunci kamarku dari luar kamar dan aku berpura-pura marah terhadap Mbak Marni.
"Mbak, apa-apaan sih ngintip-ngintip segala."
"Hmm.. hmmm, Mbak mau kasih minum untuk teman-teman Mas Tonny", jawabnya.
"Nanti aku bilangin papa dan mama loh, kalo Mbak Marni ngintipin Tonny", ancamku, sembari aku pergi turun ke bawah dan untungnya kamarku berada di lantai atas.
Mbak Marni mengikutiku ke bawah, sesampainya di bawah, "Mbak Marni, kamu ngintipin saya dan teman-teman itu maksudnya apa?" tanyaku.
"Mbak, ingin kasih minum teman-teman Mas Tonny."
"Kok, Mbak nggak membawa minuman ke atas", tanyaku dan memang Mbak Marni ke atas tanpa membawa minuman.
"Hmmm.. Hmmm.." ucap Mbak Marni mencari alasan yang lain.

Dengan kebingungan Mbak Marni mencari alasan yang lain dan tidak disadari olehnya, aku melihat dan membayangkan bentuk tubuh dan payudara Mbak Marni yang ranum dan seksi sekali. Dan aku memberanikan diri untuk melakukan permainan yang telah kutonton tadi.

"Sini Mbak"
"Lebih dekat lagi"
"Lebih dekat lagi dong.."
Mbak Marni mengikuti perintahku dan dirinya sudah dekat sekali denganku, terasa payudaranya yang ranum telah menyentuh dadaku yang naik turun oleh deruan nafsu. Aku duduk di meja makan sehingga Mbak Marni berada di selangkanganku.

"Mas Tonny mau apa", tanyanya.
"Mas, mau diapain Mbak", tanyanya, ketika aku memegang bahunya untuk didekatkan ke selangkanganku.
"Udah, jangan banyak tanya", jawabku sembari aku melingkari kakiku ke pinggulnya yang seksi.
"Jangan Mas.. jangan Mas Tonny", pintanya untuk menghentikanku membuka kancing baju baby sitterku.
"Jangan Mas Ton, jangan.. jangan.." tolaknya tanpa menampik tanganku yang membuka satu persatu kancing bajunya.

Sudah empat kancing kubuka dan aku melihat bukit kembar di hadapanku, putih mulus dan mancung terbungkus oleh BH yang berenda. Tanpa kuberi kesempatan lagi untuk mengelak, kupegang payudara Mbak Marni dengan kedua tanganku dan kupermainkan puting susunya yang berwarna coklat muda dan kemerah-merahan.

"Jangan.. jangaaan Mas Tonny"
"Akh.. akh... jangaaan, jangan Mas"
"Akh.. akh.. akh"
"Jangan.. Mas Tonnn"

Aku mendengar Mbak Marni mendesah-desah, aku langsung mengulum puting susunya yang belum pernah dipegang dan di kulum oleh seorang pria pun. Aku memasukkan seluruh buah dadanya yang ranum ke dalam mulutku sehingga terasa sesak dan penuh mulutku. "Okh.. okh.. Mas.. Mas Ton.. tangan ber.." tanpa mendengarkan kelanjutan dari desahan itu kumainkan puting susunya dengan gigiku, kugigit pelan-pelan. "Ohk.. ohk.. ohk.." desahan nafas Mbak Marni seperti lari 12 kilo meter. Kupegang tangan Mbak Marni untuk membuka celana dalamku dan memegang kemaluanku. Tanpa diberi aba-aba, Mbak Marni memegang kemaluanku dan melakukan gerakan mengocok dari ujung kemaluanku sampai pangkal kemaluan.

"Okh.. okh.. Mbak.. Mbaaak"
"Terusss.. sss.. Mbak"
"Masss.. Masss.. Tonnny, saya tidak kuat lagi"
Mendengar itu lalu aku turun dari meja makan dan kubawa Mbak Marni tiduran di bawah meja makan. Mbak Marni telentang di lantai dengan payudara yang menantang, tanpa kusia-siakan lagi kuberanikan untuk meraba selangkangan Mbak Marni. Aku singkapkan pakaiannya ke atas dan kuraba-raba, aku merasakan bahwa celana dalamnya sudah basah. Tanganku mulai kumasukkan ke dalam CD-nya dan aku merasakan adanya bulu-bulu halus yang basah oleh cairan liang kewanitaannya.

"Mbak, dibuka yah celananya." Mbak Marni hanya mengangguk dua kali. Sebelum kubuka, aku mencoba memasukkan telunjukku ke dalam liang kewanitaannya. Jari telunjukku telah masuk separuhnya dan kugerakkan telunjukku seperti aku memanggil anjingku.

"Shs.. shss.. sh"
"Cepat dibuka", pinta Mbak Marni.
Kubuka celananya dan kulempar ke atas kursi makan, aku melihat kemaluannya yang masih orisinil dan belum terjamah serta bulu-bulu yang teratur rapi. Aku mulai teringat akan film VCD porno yang kutonton dan kudekatkan mulutku ke liang kewanitaannya. Perlahan-lahan kumainkan lidahnku di sekitar liang surganya, ada rasa asem-asem gurih di lidahku dan kuberanikan lidahku untuk memainkan bagian dalam liang kewanitaannya. Kutemukan adanya daging tumbuh seperti kutil di dalam liang kenikmatannya, kumainkan daging itu dengan lidahku.

"Masssh.. Masss.."
"Mbak mau kellluaaar..."
Aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan "keluar", tetapi aku semakin giat memainkan daging tumbuh tersebut, tanpa kusadari ada cairan yang keluar dari liang kewanitaannya yang kurasakan di lidahku, kulihat liang kewanitaan Mbak Marni telah basah dengan campuran air liurku dan cairan liang kewanitaannya. Lalu aku merubah posisiku dengan berlutut dan kuarahkan batang kemaluanku ke lubang senggamanya, karena sejak tadi kemaluanku tegang. "Slepp.. slepp" Aku merasakan kehangatan luar biasa di kepala kemaluanku.

"Mass.. Masss pellannn donggg.." Kutekan lagi kemaluanku ke dalam liang surganya. "Sleep.. sleep" dan, "Heck.. heck", suara Mbak Marni tertahan saat kemaluanku masuk seluruhnya ke dalam liang kewanitaannya. "Mass.. Masss.. pelaaan.." Nafsu birahiku telah sampai ke ubun-ubun dan aku tidak mendengar ucapan Mbak Marni. Maka kupercepat gerakanku. "Heck.. heck.. heck.. tolong.. tolllong Mass pelan-pelan" tak lama kemudian, "Mas Tonnny, Mbaaak keluaaar laaagi" Bersamaan dengan itu kurasakan desakan yang hebat dalam kepala kemaluanku yang telah disemprot oleh cairan kewanitaan Mbak Marni. Maka kutekan sekuat-kuatnya kemaluanku untuk masuk seluruhnya ke dalam liang kewanitaan Mbak Marni. Kudekap erat tubuh Mbak Marni sehingga agak tersengal-sengal, tak lama kemudian, "Croot.. crooot" spermaku masuk ke dalam liang kewanitaan Mbak Marni.
Setelah Mbak Marni tiga kali keluar dan aku sudah keluar, Mbak Marni lemas di sampingku. Dalam keadaan lemas aku naik ke dadanya dan aku minta untuk dibersihkan kemaluanku dengan mulutnya. Dengan sigap Mbak Marni menuruti permintaanku. Sisa spermaku disedot oleh Mbak Marni sampai habis ke dalam mulutnya. Kami melakukan kira-kira selama tiga jam, tanpa kusadari teman-temanku teriak-teriak karena kunci pintu kamarku sewaktu aku keluar tadi. "Tonnny.. tolong bukain dong, pintunya" Maka cepat-cepat kuminta Mbak Marni menuju ke kamarnya untuk berpura-pura tidur dan aku naik ke atas membukakan pintu kamarku. Bertepatan dengan aku ke atas mamaku pulang naik taksi. Dan kuminta teman-temanku untuk makan oleh-oleh mamaku lalu kusuruh pulang.

Setelah seluruh temanku pulang dan mamaku istirahat di kamar menunggu papa pulang. Aku ke kamar Mbak Marni untuk meminta maaf, atas perlakuanku yang telah merenggut keperawanannya.
"Mbak, maafin Tonny yah!"
"Nggak apa-apa Mas Tonny, Mbak juga rela kok"
"Keperawanan Mbak lebih baik diambil sama kamu dari pada sama supir tetangga", jawab Mbak Marni. Dengan kerelaannya tersebut maka, kelakuanku makin hari makin manja terhadap baby sitterku yang merawatku semenjak usiaku sembilan tahun. Sejak kejadian itu kuminta Mbak Marni main berdiri, main di taman, main di tangga dan mandi bersama, Mbak Marni bersedia melakukannya.

Hingga suatu saat terjadi, bahwa Mbak Marni mengandung akibat perbuatanku dan aku ingat waktu itu aku kelas dua SMA. Papa dan mamaku memarahiku, karena hubunganku dengan Mbak Marni yang cantik wajahnya dan putih kulitnya. Aku dipisahkan dengan Mbak Marni, Mbak Marni dicarikan suami untuk menjadi bapak dari anakku tersebut.

Sekarang aku merindukan kebersamaanku dengan Mbak Marni, karena aku belum mendapatkan wanita yang cocok untukku. Itulah kisahku para pembaca, sekarang aku sudah bekerja di perusahaan ayahku sebagai salah satu pimpinan dan aku sedang mencari tahu ke mana Mbak Marni, baby sitterku tersayang dan bagaimana kabarnya Tonny kecilku.
0 komentar

Birahi Di Lapangan Tenis

Kisah ini berawal di sebuah kawasan elite di Jakarta dimana saya bernama Basra
berkenalan dengan Shinta di lapangan tenis tersebut karena jadwal yang
bersamaan. Kami berdua sudah menginjak usia diatas empat puluhan, namun karena
olah raga yang sangat teratur dan disiplin, bentuk tubuh dan penampilan kami
masih sangat baik dan terjaga, terlebih Shinta yang masih bak gadis belasan
tahun, lincah sexy, langsing dan mulus apalagi selalu mengenakan kaus yang ketat
dan rok tenis mini, sehingga menampilkan pahanya yang putih mulus dan langsing

terutama bentuk betisnya yang mengecil dan pipih bagian bawah diatas tumitnya….
Kaki gelatik…. Kata para orang tua dahulu… yang … konon katanya….. enaaaak
sekali di entot alias di setubuhi … katanya sih.. seret.. or tidak becek.. !!!
Aaah… apa iya… yaaa ??.

Sebenarnya kami berdua sudah berkeluarga dan suami Shinta ,Peter, juga ikut
bermain tenis namun tidak rutin. Setiap kali main tennis, mata saya tak luput
selalu berusaha melirik kepada Shinta yang sedang meliuk , melompat , berteriak
manja sambil memukul bola. Sering kali pada saat melompat entah tanpa sadar atau
di sengaja , rok mini nya berkibar keatas sehingga terlihat CD mini putih
berenda …..aaaachh indah nya….

Suatu saat kami main berpasangan… dan memang Shinta senang berpasangan dengan
saya karena dapat mengcover kelemahan nya bila menerima bola lop kebelakang,
tinggi badan ku memang lebih dari 180 cm dan berkulit hitam legam, sangat
kontras dengan Shinta yang mungil dan berkulit putih bersih. Saat-saat yang
selalu menggoda bila Shinta mengambil posisi didepan ku sambil sedikit
menungging dan meggoyang –goyang pantat nya. … aaiicchhh… gimanya yaaa rasanyaa
.. bila ..bukit mungil diantara paha nan ramping putih mulus itu di… terobosss…
oleh ..rudal ku yang.. panjaaanngg… nan.. hitam legam ini…?.. Suuuurrrr..!!!!.
Apalagi bila berdekatan bau parfumnya begitu merangsang. Dan sewaktu kami
menerima bola lop, tanpa sadar Shinta mudur dengan gesit sementara aku berlari
maju mengejar bola… daaannn… bhhuuukkk…!! kami bertumbukan.. pantat Shinta
menghantam tepat di depan selangkangan ku , aauuuu ooohhh .. adhuuhh.. ! aku
terjongkok menahan sakit . Oohh.. sorry.. pak Bas..!! apanya tadi yang kena ??.
aauuhhh iki.. lho.. bu Shinta… jimat ku !!.. Jimat ? apa.. itu pak ?. Lhahh
iku.. barang “ siji sing tak rumat !”. aacchh .. pak Basra.. bercanda.. tapi..
gak apa apa khan ?.. Ya tapi.. kalo nanti malam tidak bisa sama isteri.. ibu
Shinta harus tanggung jawab menyembuhkan lhoo !!.. “aacchhh…” katanya sambil
pipinya merona merah tersipu !!.

Suatu saat…… pucuk di cinta ulam tiba..!., pada saat aku lagi pusing dikantor
mendadak HP berbunyi .. dan.. “Hallow , siang Pak Bas.., Shinta ini !”. Eee…
ooooh.. halo ibu Shinta , rasanya saya semalam tidak mimpi di gigit ular.. kok
hari ini dapat rejeki.. di telpon wanita.. cantik yaa !” kata ku sambil tergagap
saking kagetnya. “ Aaach .. suka bercanda.. !”. Iyaa kok bu, serius nih.. dari
semua teman wanita saya yang sebaya, ibu lah yang nomor satu cantiknya.. kok !,
“Ghombal ach !” katanya,…… “Iyaa kok … sumpah .. disambar… Janda dech ?”. Haaa…
haaa… haaaa, dari ketawanya saya yakin dia sangat senang dengan canda yang aku
lontarkan. Serangan tahap satu , telah aku jalankan .. kelihatannya cukup
berhasil !. Kemudian bagai petir menyambar di siang bolong , Shinta berkata “
Pak Bas.. kalau tak keberatan.. nich.. sore nanti aku mau numpang ke lapangan
tennis.. karena Peter tidak bisa main.., boleh gak ?” Ee..chhh.. boleh aja..,
tapi ..pulang kerja nanti aku jemput ibu Shinta kemudian ke rumah saya dulu,
saya ganti pakaian tennis.. baru kelapangan tennis.. karena rumah saya kan lebih
dekat ke lapangan, jadi tidak berputar-putar.” Iiiyaaa… dechhh !. “Tapi kenapa
kok gak ganti di rumah saya saja? “ katanya. Enggak.. ach.. lha wong suaminya
gak di rumah, nanti kalau aku ganti pakaian, terus ibu terangsang .. dan aku
diperkosa.. gimana.. ?” godaku. “ Bukannya Pak Bas senang!” jawabnya .. yang
membuat jantungku berdegup lebih keras.’ Kalau yang itu namanya bukan
diperkosa.. tapi… selingkuh.!” Suka sama suka !... Udah.. ahh .. makin.
Ngelantur.. aja.., nanti ya Pak Baas saya tunggu.. jam enam lho.. ! katanya
dengan nada mulai agak manja . Wach…. Serangan tahap dua sudah berhasil !

Jam enam sore aku sudah berada didepan rumah Shinta, ternyata Shinta sudah siap
, dengan kaos dan rok mini serba biru dia masuk ke mobilku .. daaan .. aaacchhh…
harumnya meck !.. Syuurr… berdebar ..lah jantung ini.. dan.. terlebih.. lagi..
berontak..dan menggeliat… si.. buyung.. yang tak tahu aturan ini !... Selamat
soree Pak Baas.. !’… Sore.. Buu.. !. Pak Bas.. ibu gak marah nih.. saya ikut ke
rumah ?.. Ooo gak, saya lagi sendiri.. isteri dan anak2 lagi pulang kampung.!..
Wacch.. saya dong.. yg bahaya .. bisa2..diperkosa nich..!.. Bukannya gak apa2
kalau .. sama2.. senang !..gurauku. hii… hhiiiikkk ! “ jawabnya tersipu..
kulihat pipinya me – merah tanda senang !!! …Horrrayyy !!! bakalan
kesampaian..nih.. ngebukti-in ..seerrrettt..nya si kaki gelatik.. pikiran..ku
mulai ngeresss !. Sampai dirumah.. aku buka pintu sambil ku coba pegang
pundaknya ku bimbing Shinta masuk ke ruang tamu… eecchhh…surprise ! Shinta tidak
protes ! Boleh nich..coba pegang bagian yg lain ! pikirku ngelantur… tapi aku
coba untuk sabar .

“Silahkan Sin , anggap rumah sendiri !” Aku mandi dulu yaa!”. Pada saat mandi ,
aku sabun bersih semua bagian tubuh ku, terutama si “Jimat” yang sudah ber
denyut-denyut . Selesai mandi, kulihat Shinta duduk di sofa sambil baca Koran,
aku terkesima melihat paha dan betis yang makin membuat si buyung berontak. “Hai
!” sapa ku . “Heeii , segar nih !” kata Shinta. Aku beranikan duduk disamping
nya sambil tangan ku merangkul pudak nya , eehh dia diam!!... Serangan tahap
tiga dimulai. Ku belai dan ku cium rambut nya…heemmh harum ! , dia diam juga ! ,
lalu aku putar dengan halus sehingga muka kami saling berhadapan…. Dia memandang
dengan sayu.. dan terbersit..pasrah!! Sambil tetap memandang matanya ku dekatkan
wajahku perlahan.. dan..Sluurpp! ku kecup bibirnya yg lembut ..halus dan tipis….
daaannn…. Sssssllluuuurrrrrppppp….. ssllluuuurrrppp… Shinta membalas kecupan
ringan ku dengan lumatan..yang membuat aku hampir kehabisan nafas…. Wachh ..
buas juga nih si nyonya ! .Tak mau kalah lidahku dengan lincah menslomoti
lehernya yg putih mulus, maka Shinta tak ayal lagi mengerang dan mengelinjang
bagai krupuk sedang di goreng…..emmmgghhhh….emmmggghhhh..
hhuu..uuuhhhhhh…aaaaccchhhhhhh !... Hoooaaahhhh … haruuuumm betul bau badan dan
parfum ini nyonya..meck !!.Sambil lidah ku bergerak naik turun di leher, tangan
ku mulai beraksi menjamah dan meremas buah dada yang masih terbungkus rapi, aku
buka kaos nya dan tanpa menunggu lama, dengan sekali congkel aku buka kait BH
berwarna biru muda, maka tampaklah sepasang bukit yg agak kecil- putih mulus
dengan puting merah jambu, achh nikmat untuk di …emut...! Segera aku kulum
putingnya dan kuremas buah dadanya, Shinta menggelinjang tak karuan…
achhh…aaaaaaauuuuuuucchhhhhh…….uuuuhhhhhhhhhhh. Gerilya berlanjut ke bagian
bawah, dengan mudah ku buka resleting rok tennis mini warna biru tua tsb dan
melorot kebawah dengan sendiri. Serentak aku usap CD warna krem mini berenda
berbentuk dua segitiga yg dihubungkan tali tipis, Shinta mulai mengeluarkan
suara mendesis seperti ular…..
esssstttttttt,…aaaccchhhh….eeesssssstttttt……uuuhhh hhh. Aku cengkeram CDnya dan
sekali sentak.. putus talinya….. Hhhhaaaaacccchhhhh…..kok..dipu….,
ooouuuccchhhhh….aacccchhhhhh…..esssssstttttt…..ess ssssttttttt, perkataannya
tertahan berganti lenguhan dan desisan pada saat jari-jari tangan ku menusuk dan
berputar didalam lubang kenikmatan . Shinta mendesis dan berkelojotan, badannya
kaku serta kaki dan pahanya mengejang bak ular disiram air panas. Shinta game
-over pertama. Segera diraihnya ritsleting celana ku dan sebentar dia memandang
mataku seakan minta ijin, aku mengangguk, lalu di pelorot nya CD warna hitam ku…
tampak Shinta tertegun… melihat .. rudal ku yg panjang hitam dan keras… dengan
topi baja hitam legam mengkilat…. Saat mengengam barang ku Shinta tanpa sadar
menjerit kecil… Hhhuuaahhhh…. apa…ini…, kenapa Shinta ?... Bueessaaarrr amaaat
pak. Bas ! Emang punya suami.. gimana ?.. kueciill mungil pak! Emang sih
suaminya berbadan kecil, dengan tinggi tidak lebih dari 160 Cm. “ Eecchhh Shinta
, tapi punya ku lebih indah kan ?” Gak.. acchh.., jelek.. sereeem dan gosong
lagi , kayak tongkat hansip!!!”. Lho biar gosong , tapi enaak kok, bisa bawa
kamu terbang sampai langit ke tujuh merem-melek !.. achh pak Basra bohooong ! “
Tanpa di duga Shinta langsung menslomot si “tongkat hansip”… aaccchhh nikmaaat
sekali meck … mulut Shinta lembut … sekali !... gimana..mulut yg di bawah… ya ..
rasanya .. mak…syuuurr… dhek… hati ini ngebayangi ! Setelah capek mengemut..
karena rudal ku tak bergeming… maka Shinta merebahkan diri telentang .. sambil
terengah…tampak tubuh putih mungil tergeletak bugil pasrah tak berdaya .Serangan
terakhir.. dimulai… aku tindih tubuh Shinta yg putih mulus mungil, dengan tubuh
ku yang hitam tinggi besar.. kontras sekali bak kue lapis . Aku lahap habis
seluruh permukaan tubuh Shinta sampai dia kembali berkelojotan kejang.. tanda …
game- over kedua. Kembali serangan aku mulai dengan mendekatkan rudal ku ke
celah berwarna merah carmyn, aku putar-putar kepala bajaku hingga Shinta tanpa
sadar membuka pahanya yg putih lebar-lebar pasrah…setelah melenguh.. mendesis…
mengeliat beberapa menit… akhirnya kembali Shinta kejang.. tanda ….. game over
ketiga. Nah akhirnya … tiba lah saatnya… aku buat manuver coblosan hingga kepala
rudalku amblass….. uaaadhhuuhhhh…. Emmghhhhh… sakiiiiit.. pak !!” pekiknya. Aku
tahan sebentar … tak lama Shinta yg mulai menggoyang piggul.. tanda mulai
nyaman….Emmmgghhhh… Huuuaaaduuuhhhhhh…. Esssttttttt…..arrrrghhhh,
terruuusss…teruusssss pak.!!!, nikmat dan sakit bersatu…..setelah mulai…
menikmati aku buat manuver coblosan kedua … hingga .. tongkatku amblas
separuh….. Uaaahchhhhh…..emmghhhhh…. sakiiiit… pak… teruuss… pak…, daan…
akhirnya…. serangan tanpa basa-basi , aku buat coblosan total sambil berteriak
hhhiiiiahhhhhhhuuuiiiii!!!!, amblas sepenuhnya semua rudal ku… Shinta…
menjerit…. Aaaarrrrggghhhhhh….. emmmmghhhhhh….., aku buat goyangan yang halus
hanya naik- turun maju- mundur tanpa berputar supaya Shinta tidak sakit….. dia….
merem-melek menggeliat ke-kira-kana tak beraturan hingaga….
Haaaachhhhhhhhhh…aaaauuuuuooohhhhhhh…nnoooo…nooo…y essssss!!!!… akhirnya…..kami
berdua kelojotan kayak kambing disembelih !.......... aaccchhhhhh…. Kaki gelatik
memang.. sereeettttt.. dan nikmat untuk di entot-in….Shinta mendapatkan tiga
kali lagi game selama serangan akhir.. sehingga skor kami … 6 : 1. Game over
untuk tennis ranjang!. Horrrayyyy… Bravo…..untuk si Basra… !!!.

Lalu… Shinta berseru… CD ku gimana…pak ??. Beres..bu…. pakai punya
isteriku…!..wah Sinta lemas paak ! katanya manja,. Emang kalau sama suami berapa
skor nya ? tanya ku menggoda . “ Aacchhhh … peltu.. pak !” Lho peltu apaan ? itu
lho pak Baru nempel sudah metu “ …. Haaa aaa !’Lalu kami ke lapangan tennis ,
semua teman heran karena Shinta main nya …. Sangat… loyooo !!.
0 komentar

Rejeki Nomplok

Semasa SMU aku dikenal sebagai kutu buku
yang bercita-cita tinggi, yang tak bisa
memegang bola basket, minder terhadap
urusan cewek dan tak punya pacar. Sehingga
hampir setiap sabtu teman-teman
melantunkan lagu Koes Plus untukku, "Sabtu
malam kusendiri..." Namun ketika kami
mengadakan reuni sepuluh tahun kemudian,
ternyata teman-temanku justru terlihat seperti
suami yang hidup di bawah bayang-bayang
istri dan mertua, sedangkan aku justru
mendapat pengalaman-pengalaman seks yang
berkesan. Tanpa sepengetahuan mereka,
pengalaman pertamaku terjadi justru ketika
aku masih mereka kenal sebagai kutu buku.
Berawal dari kepindahan tugas ayahku ke kota
lain, aku si rangking satu di sekolah diminta
kepala sekolah untuk tidak ikut pindah dan
menyelesaikan sekolahku di SMU itu, karena
ada undangan dari Perguruan Tinggi Negeri
ternama di Indonesia agar rangking pertama
dari SMU-ku kuliah di sana. Demi masa depan,
orang tuaku setuju dan menitipkanku di
rumah temannya yang kebetulan anaknya,
Budi, adalah teman sekelasku, sehingga aku
menghabiskan kelas tiga SMU seribu kilometer
jauhnya dari keluarga yang kucintai. Kamar
kost-ku tidak berada di ruang utama
bangunan, tetapi cukup strategis untuk
memonitor penghuni dan tamu yang keluar
masuk rumah itu. Malam minggu itu seluruh
keluarga temanku menghadiri pesta
pernikahan sepupunya, meninggalkan aku si
kutu buku asyik belajar sendiri. Untuk
menghilangkan kantuk, aku menuju dapur di
bangunan utama bermaksud membuat
secangkir kopi dan semangkok mie instan.
Tiba-tiba terdengar pintu pagar terbuka,
rupanya Yumul, adik Budi, pulang lebih awal
ditemani pacarnya Wadi. Mereka sudah
pacaran setahun lebih dan kelihatannya telah
direstui oleh kedua orang tuanya, karena Wadi
meskipun baru berusia 21 tahun tetapi sudah
hampir menyelesaikan kuliahnya dan Yumul
berusia 17 tahun menjelang kelas tiga SMU.
"Tuh liat, kamarnya si kutu buku lagi terang.
Seperti biasa, paling-paling dia lagi asyik
ngapalin rumus-rumus yang njelimet, jadi kita
aman di sini," terdengar suara Yumul. Selang
beberapa menit setelah mie dan kopiku siap
hidang, aku beranjak menuju kamarku,
namun aku terkesima karena di ruang tamu
kulihat pemandangan yang jauh berbeda
dengan rumus matematika yang sedang
berputar di otakku. Yumul sedang merem-
melek karena buah dadanya sedang dikulum
Wadi. Karena khawatir mereka tahu
kehadiranku bila kuteruskan langkahku maka
aku berhenti, dan dengan hati berdegup
terpaksa kuikuti lakon itu. Wadi terus
menghisap kedua puting dari bukit mini
namun ranum langsat, sembari tangannya
menyusup ke dalam gaun pesta Yumul, dan
seketika membuat Yumul menggeliat lirih,
"Aahh.. uhh.." Berdasarkan ilmu biologi, jari
tangan Wadi menemukan klitoris sensitif
Yumul. Sambil mendesah, tangan Yumul
mencoba melakukan serangan balasan dengan
mencari persembunyian meriam Wadi,
meskipun harus bersusah payah melepas ikat
pinggang, membuka reitsleting, memelorotkan
celana panjang dan menyusup ke dalam
benteng terakhir celana dalam. Wadi yang
sudah tahu arah serangan, tetap saja tersentak
dan mengerang sambil menekan pantatnya ke
depan. Yumul terlihat lebih cekatan,
mengeluarkan meriam Wadi dan
mengulumnya hingga menekan tenggorokan.
Wadi yang sempat terkesima sesaat, tergopoh-
gopoh menyusun posisi untuk dapat
memelorotkan celana dalam Yumul dan
melahap kemaluan yumul dengan rakus
sambil jari tengahnya merogoh ke dalam liang
kewanitaan Yumul. Sambil berbaring mereka
membentuk posisi enam sembilan dan
terdengar duet alunan merdu. "Mmmh.. nyam-
nyam.. sluurrp.. yessshh.." Setelah merasa puas
tiba-tiba Wadi berdiri, dan Yumul bagai telah
hapal akting selanjutnya, juga ikut berdiri.
Mereka berdekapan erat, berpagutan bibir, dan
menggoyangkan pantat saling bertabrakan.
"Astaga, mereka bersengggama," pikirku
sambil menelan ludah dan mengusap keringat
saking menghayati ketegangan adegan. Entah
telah berapa puluh kali mereka saling
menghunjam, tiba-tiba kudenggar Yumul
berkata lirih, "Mas, kali ini dimasukkin
beneran yach, jangan cuma dioles-oles."
"Kamu nggak takut," tanya Wadi dan dijawab
dengan gelengan kepala Yumul. "Nanti kamu
nyesel," tanya Wadi dan sekali lagi Yumul
menggeleng sambil berkata, "Khan kata Papa
kita akan menikah dua tahun lagi, yang
penting jangan sampai hamil dulu." Wadi
menghentikan goyangannya dan menatap
Yumul dalam-dalam, "Jangan sekarang, kita
beli kondom dulu." Yumul menggelayut manja
dan merengek, "Yumul nggak tahan, pinginnya
sekarang, nanti maninya mas jangan
dikeluarin di dalam tapi di luar saja, seperti
biasa." Meskipun adegan makin menegangkan,
namun aku menghela napas lega, "Ah
syukurlah, mereka belum bersenggama, tapi
mereka akan... bagaimana cara mencegahnya?"
Pikiranku buntu untuk bisa menghentikan
mereka, karena jantungku terlalu kencang
berdegup tak memberi kesempatan otakku
berputar, sedangkan ujangku ikut-ikutan
tegang tanda setuju adegan selanjutnya. Nun
jauh disana, Wadi telah menidurkan Yumul di
atas karpet, Yumul membuka gerbang
kangkangan kaki, dan laras torpedo Wadi
mulai diarahkan, perlahan maju, mendekati
liang, menempel dan.. tiba-tiba Wadi
menghentikan gerakannya, menatap Yumul,
sambil menelan ludah berkata, "Sebaiknya
Kamu yang di atas, biar menekannya hati-hati,
biar nggak terlalu sakit, soalnya kata orang
hubungan yang pertama sakit buat
perempuan." Yumul yang sedari tadi
memejamkan mata menghitung mundur saat
terobosan pertama, kaget dan menjawab,
"Yumul sudah merasakan sakitnya waktu Mas
memasukkan jari ke memek Yumul." Wadi
belum mengerti maksudnya tapi kurang lebih
Wadi harus tetap di atas dan menekan
meriamnya ke dalam liang kewanitaan Yumul.
Maka sekali lagi Wadi mengambil ancang-
ancang, meluruskan, perlahan menekan dan
akhirnya... "Kriingg..." suara telepon berdering,
Wadi dan Yumul terkejut dan setelah sadar itu
suara telepon mereka saling tersenyum, "Oo
cuma telepon.. tapi bagaimana kalau si kutu
buku mendengar dering telepon dan datang ke
sini mau ngangkat telepon? Cepat Mas angkat
dulu teleponnya biar nggak berdering terus,"
Kata Yumul. Dengan mengendap Wadi
mengangkat telepon, sesaat wajahnya serius,
menutup telepon, sekonyong-konyong
mengenakan kembali celana dan pakaiannya
dan tergesa-gesa berkata, "Aku harus pergi,
Mama sakit keras.." seraya menuju pintu
keluar. Yumul yang berharap dapat
melanjutkan adegan penerobosan pertama
hanya terbengong tanpa sempat melakukan
sesuatu kecuali mengucapkan, "Salam buat
Mama, semoga lekas sembuh!" Terkesima oleh
pembatalan sepihak yang dilakukan sekejap,
Yumul hanya dapat memandangi tubuhnya
yang telah bugil. Perlahan tangannya
membelai bibir kemaluannya seolah
membujuk agar tidak sedih. Lalu Yumul
memutuskan untuk menghibur diri dengan
mempermainkan klitorisnya sendiri. Aku yang
merasa drama telah berakhir bermaksud
menyelinap ke kamarku, namun Yumul
menangkap ada gerakan di dekat dapur. Sambil
menutup tubuh seadanya ia menghampiri
dapur dan memergokiku berdiri di sana.
Yumul kaget dan terpaku, akupun gemetar tak
mampu mengucap maaf. Antara malu,
menangis, marah dan tertawa Yumul berkata,
"Bang Obi dari tadi melihat kami?" Aku
menunduk, tak berani menatap dan berkata
lirih, "Maaf..." Sejenak hening, lalu tiba-tiba
Yumul tesenyum simpul, "Hi, ada burung apa
di celana Bang Obi.." Rupanya meriamku
belum turun dan menyembul diantara celana
hawaiku, karena memang kebetulan aku tidak
pernah memakai celana dalam bila menjelang
tidur. Belum hilang kagetku, tiba-tiba Yumul
maju menangkap burungku dan mengelus,
sementara aku tak bisa mundur meskipun
ingin, karena kakiku terlalu gemetar. Melihat
aku tak berdaya bagai patung, Yumul
memelorotkan celanaku sehingga burungku
tak bersangkar lagi, dan seperti telah kulihat
sebelumnya, Yumul mulai menjilati dan
mengulum batang kejantananku. Aku semakin
gemetar dan gagu serta tak mampu
menghindar dari wanita birahi yang belum
sempat terlampiaskan dengan Wadi. Yumul
menarik pundakku turun lalu mendorong
untuk merebahkanku. Di hadapanku
terpampang gadis manis berambut ikal yang
selama ini hanya kukenal keayuan wajahnya,
kini memamerkan kemulusan tubuhnya.
Lehernya yang jenjang menyatu dengan
pundaknya yang lebar. Sembulan dua gunung
kecil dengan puting centil merah muda, padat
menantang selaras lekukan pinggul. Bulu-bulu
halus di selangkangannya tak mampu
menyembunyikan bibir tebal liang
kewanitaannya dan mancungnya klitoris yang
masih sedikit memerah akibat gesekan meriam
dan jari Wadi. Bidadari 17 tahun itu
melangkahkan kaki jenjangnya berdiri
mengangkangiku dan perlahan turun. Sambil
memegang batang kejantananku Yumul
meluruskan liang kewanitaannya. Tak ingin
menyia-nyiakan kesempatan, Yumul langsung
menekan.., "Blesss..." mulai terjadi penetrasi,
aku merasakan sempit dan seretnya. "Yumul.."
hanya itu yang keluar dari mulutku tak tahu
apa lanjutan kalimatnya. Yumul berhenti
sejenak, mengatupkan mulutnya rapat-rapat,
sedikit menutup matanya. Antara nikmat dan
sakit, perlahan Yumul menekan lebih dalam...,
"Blesss..." aku merasakan batang kejantananku
didekap dan diremas hangat oleh liang
kewanitaannya. Yumul berhenti lagi sejenak,
menengadahkan wajahnya sambil menggigit
bibirnya sendiri dan memejamkan mata. Lalu
kembali perlahan Yumul menekan..., "Blesss..."
terus menekan perlahan hingga selangkangan
kami beradu, Yumul menghentikan
tekanannya. Ah, burungku telah bersangkar di
dalam liang kewanitaan Yumul dan merasakan
pijatan dinding kewanitaannya. Yumul
menatapku sambil tersenyum, akupun
berusaha tersenyum sementara detak
jantungku sudah tak beraturan dan keringatku
mengalir dimana-mana. Yumul
menggoyangkan pantatnya kekiri kekanan dan
berputar, stress-ku mulai mengendur dan
mulai merasakan nikmatnya pijatan nikmat
terhadap batang kejantananku. Lalu perlahan
Yumul menaikkan dan menurunkan kembali
pantatnya, semakin lama semakin cepat.
Berulang naik turun, kiri kanan, berputar.
Ketika melihat senyumnya yang menandakan
kepuasannya, tanpa sadar akupun ikut
menaikturunkan pantatku seirama dengan
gerakannya. "Uhhh, mentok Bang.. enaak."
Karena batang kejantananku memang sudah
tegang lama, maka tak lama kemudian
kurasakan sesuatu mendesak untuk
dimuncratkan. "Uhh.. aku mau keluar Yumul,
uhh.." kataku tak jelas. "Iya.. hh.. tapi.. hh..
jangan dulu Bang, hh.. tunggu Yumul, hh..
nanti dikeluarinnya Bang.. hhh diluar saja.."
kata Yumul sambil mempercepat goyangannya.
Aku tak tahu bagaimana cara menahan
pancaran yang siap mendesak keluar, hingga
akhirnya, "Aaahh..." dan "Crottt.. crottt.." aku
mengeluarkan maniku di dalam liang
kewanitaan Yumul. Meskipun tahu aku sudah
ejakulasi, Yumul terus bergoyang, seolah tak
peduli atau mungkin karena iapun sedang
menuju puncak. Tiba-tiba Yumul berteriak
panjang dan keras sekali, "Aaahhhww..." dan
terkulai lemas di atasku. "Sssttt.." kataku,
karena takut terdengar entah oleh siapa.
Tanganku yang sedari tadi berperan sebagai
penonton, memberanikan diri mendekapnya
dan beberapa saat kami berpelukan erat. Aku
penasaran dan tak menyia-nyiakan
kesempatan untuk meraba buah dadanya, dan
Yumul sedikit mengangkat badannya memberi
kesempatan dan ruang gerak bagi tanganku
agar leluasa meremas dan bahkan
mempermainkan putingnya. Dan mulutku tak
mau ketinggalan jatah, ikut mencium,
mengulum dan mengisap puting yang baru
mekar di bukit yang kenyal. Sementara
dibagian bawah, batang kejantananku terus
bersangkar di dalam liang kewanitaan Yumul,
namun semakin lama semakin lunglai dan
akhirnya keluar dari lubangnya, "Plup.."
Yumul menatapku dan berkata, "Bang Obi, tadi
ngeluarinnya di dalam yaa.." Aku mengangguk
pelan. "Bagaimana kalau Yumul hamil, Bang?"
tanyanya. "Yumul tetap dalam posisi tegak atau
di atas, dan biarkan maniku mengalir keluar
kemaluanmu sesuai gravitasi bumi," entah
teori apa yang kukatakan tapi Yumul menurut.
Setelah Yumul yakin bahwa maniku telah
keluar semua ia beranjak dan berkata, "Kalau
Bang Obi melaporkan hubunganku dengan
Mas Wadi yang sudah cukup jauh, Yumul juga
akan laporkan pada orang tua Bang Obi dan
Guru bahwa Bang Obi telah menggauli Yumul,
dan masa depan kita sama-sama hilang,"
Yumul setengah mengancam dan segera
beranjak dari tubuhku. Yumul memperhatikan
betapa banyak semprotan yang keluar dari
liang kewanitaannya dan betapa banyak
maniku yang mengalir kembali keluar dari
liang kewanitaannya dan membasahi batang
kejantananku. Selintas Yumul tersenyum
namun tiba-tiba ia terkejut karena di batang
kejantananku ada darah merah cukup banyak.
"A..Aku masih perawan?!, oh.. kukira aku
sudah tidak perawan karena tusukan jari Mas
Wadi." ia tampak menyesal dan segera meraih
gaun pesta, celana dalam dan bra-nya serta
berlari menuju kamarnya. Sayup-sayup
terdengar gemercik air siraman mandi Yumul,
lalu senyap. Ketika keluarganya pulang dari
undangan, aku sedang membersihkan
keringat, bercak-bercak mani dan darah yang
berserakan di lantai. Kukatakan bahwa mie
instanku tertumpah. "Yumul sudah tidur, tadi
pulang diantar Mas Wadi," kataku ketika
mereka menanyakan Yumul. Keesokan
harinya kudengar Yumul seharian mengurung
diri di kamarnya dan hanya sesekali keluar
untuk makan. Karena aku memang jarang
ngomong sama Yumul tak ada yang curiga
kalau Yumul sama sekali enggan ngomong
denganku. Aku menyesal telah membuat
Yumul menjadi pendiam dan aku berdoa agar
dia dapat ceria kembali. Rupanya doaku
terkabul. Tiga minggu kemudian kulihat ia
sangat ceria, dan pada suatu kesempatan ia
menghampiriku. "Maafkan Yumul ya Bang dan
Bang Obi juga sudah Yumul maafka," bisiknya
mesra. "Koq?" aku tulalit. Seolah mengerti
maksud pertanyaanku, Yumul menjawab, "Aku
telah bersetubuh dengan Mas Wadi, dan dia
yakin bahwa perawanku telah hilang saat dia
masukkan jarinya padaku, dan keluargaku
yakin murungku selama ini adalah karena
mamanya mas Wadi diopname, jadi masa
depanku cerah lagi." Hanya itu yang dikatakan
dan ia berlalu dengan ceria, gaya manja khas
belia 17 tahun.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
2 komentar

Ibu Mertuaku Yang..........

Perkenalkan dulu namaku Tomy. Sudah satu minggu ini akau berada di rumah
sendirian. Istriku, Riris, sedang ditugaskan dari kantor tempatnya bekerja
untuk mengikuti suatu pelatihan yang dilaksanakan di kota lain selama dua
minggu. Terus terang saja aku jadi kesepian juga rasanya. Kalau mau tidur

rasanya kok aneh juga, kok sendirian dan sepi, padahal biasanya ada istri di
sisiku. Memang perkawinan kami belum dikaruniai anak. Maklum baru 1 tahun
berjalan. Karena sendirian itu, dan maklum karena otak laki-laki, pikirannya
jadi kemana-mana.

Aku teringat peristiwa yang aku alami dengan ibu mertuaku. Ibu mertuaku
memang bukan ibu kandung istriku, karena ibu kandung Riris telah meninggal
dunia. Ayah mertuaku kemudian kawin lagi dengan ibu mertuaku yang sekarang
ini dan kebetulan tidak mempunyai anak. Ibu mertuaku ini umurnya sekitar 40
tahun, wajahnya ayu, dan tubuhnya benar-benar sintal dan padat sesuai dengan
wanita idamanku. Buah dadanya besar sesuai dengan pinggulnya. Demikian juga
pantatnya juga bahenol banget. Aku sering membayangkan ibu mertuaku itu
kalau sedang telentang pasti vaginanya membusung ke atas terganjal pantatnya
yang besar itu. Hemm, sungguh menggairahkan.

Peristiwa itu terjadi waktu malam dua hari sebelum hari perkawainanku
dengan Riris. Waktu itu aku duduk berdua di kamar keluarga sambil
membicarakan persiapan perkawinanku. Mendadak lampu mati. Dalam kegelapan
itu, ibu mertuaku (waktu itu masih calon) berdiri, saya pikir akan mencari
lilin, tetapi justru ibu mertuaku memeluk dan menciumi pipi dan bibirku
dengan lembut dan mesra. Aku kaget dan melongo karena aku tidak mengira sama
sekali diciumi oleh calon ibu mertuaku yang cantik itu.

Hari-hari berikutnya aku bersikap seperti biasa, demikian juga ibu
mertuaku. Pada saat-saat aku duduk berdua dengan dia, aku sering
memberanikan diri memandang ibu mertuaku lama-lama, dan dia biasanya
tersenyum manis dan berkata, "Apaa..?, sudah-sudah, ibu jadi malu".
Terus terang saja aku sebenarnya merindukan untuk dapat bermesraan dengan
ibu mertuaku itu. Aku kadang-kadang sagat merasa bersalah dengan Riris
istriku, dan juga ayahku mertua yang baik hati. Kadang-kadang aku demikian
kurang ajar membayangkan ibu mertuaku disetubuhi ayah mertuaku, aku
bayangkan kemaluan ayah mertuaku keluar masuk vagina ibu mertuaku, Ooh
alangkah...! Tetapi aku selalu menaruh hormat kepada ayah dan ibu mertuaku.
Ibu mertuaku juga sayang sama kami, walaupun Riris adalah anak tirinya.

Pagi-pagi hari berikutnya, aku ditelepon ibu mertuaku, minta agar sore
harinya aku dapat mengantarkan ibu menengok famili yang sedang berada di
rumah sakit, karena ayah mertuaku sedang pergi ke kota lain untuk urusan
bisnis. Aku sih setuju saja. Sore harinya kami jadi pergi ke rumah sakit,
dan pulang sudah sehabis maghrib. Seperti biasa aku selalu bersikap sopan
dan hormat pada ibu mertuaku.

Dalam perjalan pulang itu, aku memberanikan diri bertanya, "Bu, ngapain
sih dulu ibu kok cium Tomy?".
"Aah, kamu ini kok maih diingat-ingat juga siih", jawab ibuku sambil
memandangku.
"Jelas dong buu..., Kan asyiik", kataku menggoda.
"Naah, tambah kurang ajar thoo, Ingat Riris lho Tom..., Nanti kedengaran
ayahmu juga bisa geger lho Tom".
"Tapii, sebenarnya kenapa siih bu..., Tomy jadi penasaran lho".
"Aah, ini anak kok nggak mau diem siih, Tapi eeh..., anu..., Tom,
sebenarnya waktu itu, waktu kita jagongan itu, ibu lihat tampangmu itu kok
ganteng banget. Hidungmu, bibirmu, matamu yang agak kurang ajar itu kok
membuat ibu jadi gemes banget deeh sama kamu. Makanya waktu lampu mati itu,
entah setan dari mana, ibu jadi pengin banget menciummu dan merangkulmu. Ibu
sebenarnya jadi malu sekali. Ibu macam apa kau ini, masa lihat menantunya
sendiri kok blingsatan".
"Mungkin, setannya ya Tomy ini Bu..., Saat ini setannya itu juga deg-degan
kalau lihat ibu mertuanya. Ibu boleh percaya boleh tidak, kadang-kadang
kalau Tomy lagi sama Riris, malah bayangin Ibu lho. Bener-bener nih. Sumpah
deh. Kalau Ibu pernah bayangin Tomy nggak kalau lagi sama Bapak", aku
semakin berani.
"aah nggak tahu ah..., udaah..., udaah..., nanti kalau keterusan kan nggak
baik. Hati-hati setirnya. Nanti kalau nabrak-nabrak dikiranya nyetir sambil
pacaran ama ibu mertuanya. Pasti ibu yang disalahin orang, Dikiranya yang
tua niih yang ngebet", katanya.
"Padahal dua-duanya ngebet lo Bu. Buu, maafin Tomy deeh. Tomy jadi pengiin
banget sama ibu lho..., Gimana niih, punya Tomy sakit kejepit celana nihh",
aku makin berani.
"Aduuh Toom, jangan gitu dong. Ibu jadi susah nih. Tapi terus terang aja
Toom.., Ibu jadi kayak orang jatuh cinta sama kamu.., Kalau udah begini,
udah naik begini, ibu jadi pengin ngeloni kamu Tom..., Tom kita cepat pulang
saja yaa..., Nanti diterusin dirumah..., Kita pulang ke rumahmu saja
sekarang..., Toh lagi kosong khan..., Tapi Tom menggir sebentar Tom, ibu
pengen cium kamu di sini", kata ibu dengan suara bergetar.

ooh aku jadi berdebar-debar sekali. Mungkin terpengaruh juga karena aku
sudah satu minggu tidak bersetubuh dengan istriku. Aku jadi nafsu banget.
Aku minggir di tempat yang agak gelap. Sebenarnya kaca mobilku juga sudah
gelap, sehingga tidak takut ketahuan orang. Aku dan ibu mertuaku
berangkulan, berciuman dengan lembut penuh kerinduan. Benar-benar, selama
ini kami saling merindukan.
"eehhm..., Toom ibu kangen banget Toom", bisik ibu mertuaku.
"Tomy juga buu", bisikku.
"Toom..., udah dulu Tom..., eehmm udah dulu", napas kami memburu.
"Ayo jalan lagi..., Hati-hati yaa", kata ibu mertuaku.
"Buu penisku kejepit niih..., Sakit", kataku.
"iich anak nakal", Pahaku dicubitnya.
"Okey..., buka dulu ritsluitingnya" , katanya.
Cepat-cepat aku buka celanaku, aku turuni celana dalamku. Woo, langsung
berdiri tegang banget. Tangan kiri ibu, aku tuntun untuk memegang penisku.
"Aduuh Toom. Gede banget pelirmu..., Biar ibu pegangin, Ayo jalan.
Hati-hati setirnya".
Aku masukkan persneling satu, dan mobil melaju pulang. Penisku dipegangi
ibu mertuaku, jempolnya mengelus-elus kepala penisku dengan lembut. Aduuh,
gelii... nikmat sekali. Mobil berjalan tenang, kami berdiam diri, tetapi
tangan ibu terus memijat dan mengelus-elus penisku dengan lembut.

Sampai di rumahku, aku turun membuka pintu, dan langsung masuk garasi.
Garasi aku tutup kembali. Kami bergandengan tangan masuk ke ruang tamu. Kami
duduk di sofa dan berpandangan dengan penuh kerinduan. Suasana begitu hening
dan romantis, kami berpelukan lagi, berciuman lagi, makin menggelora. Kami
tumpahkan kerinduan kami. Aku ciumi ibu mertuaku dengan penuh nafsu. Aku
rogoh buah dadanya yang selalu aku bayangkan, aduuh benar-benar besar dan
lembut.
"Buu, Tomy kangen banget buu..., Tomy kangen banget".
"Aduuh Toom, ibu juga..., Peluklah ibu Tom, peluklah ibu" nafasnya semakin
memburu.
Matanya terpejam, aku ciumi matanya, pipinya, aku lumat bibirnya, dan
lidahku aku masukkan ke mulutnya. Ibu agak kaget dan membuka matanya.
Kemudian dengan serta-merta lidahku disedotnya dengan penuh nafsu.
"Eehhmm.., Tom, ibu belum pernah ciuman seperti ini..., Lagi Tom masukkan
lidahmu ke mulut ibu"
Ibu mendorongku pelan, memandangku dengan mesra. Dirangkulnya lagi diriku
dan berbisik, "Tom, bawalah Ibu ke kamar..., Enakan di kamar, jangan
disini".
Dengan berangkulan kami masuk ke kamar tengah yang kosong. Aku merasa
tidak enak di tempat tidur kami. Aku merasa tidak enak dengan Riris apabila
kami memakai tempat tidur di kamar kami.
"Bu kita pakai kamar tengah saja yaa".
"Okey, Tom. Aku juga nggak enak pakai kamar tidurmu. Lebih bebas di kamar
ini", kata ibu mertuaku penuh pengertian. Aku remas pantatnya yang bahenol.
"iich.., dasar anak nakal", ibu mertuaku merengut manja.

Kami duduk di tempat tidur, sambil beciuman aku buka pakaian ibu mertuaku.
Aku sungguh terpesona dengan kulit ibuku yang putih bersih dan mulus dengan
buah dadanya yang besar menggantung indah. Ibu aku rebahkan di tempat tidur.
Celana dalamnya aku pelorotkan dan aku pelorotkan dari kakinya yang indah.
Sekali lagi aku kagum melihat vagina ibu mertuaku yang tebal dengan bulunya
yang tebal keriting. Seperti aku membayangkan selama ini, vagina ibu
mertuaku benar menonjol ke atas terganjal pantatnya yang besar. Aku tidak
tahan lagi memandang keindahan ibu mertuaku telentang di depanku. Aku buka
pakaianku dan penisku sudah benar-benar tegak sempurna. Ibu mertuaku
memandangku dengan tanpa berkedip. Kami saling merindukan kebersamaan ini.
Aku berbaring miring di samping ibu mertuaku. Aku ciumi, kuraba, kuelus
semuanya, dari bibirnya sampai pahanya yang mulus.

Aku remas lembut buah dadanya, kuelus perutnya, vaginanya, klitorisnya aku
main-mainkan. Liangnya vaginanya sudah basah. Jariku aku basahi dengan
cairan vagina ibu mertuaku, dan aku usapkan lembut di clitorisnya. Ibu
menggelinjang keenakan dan mendesis-desis. Sementara peliku dipegang ibu dan
dielus-elusnya. Kerinduan kami selama ini sudah mendesak untuk ditumpahkan
dan dituntaskan malam ini. Ibu menggeliat-geliat, meremas-remas kepalaku dan
rambutku, mengelus punggungku, pantatku, dan akhirnya memegang penisku yang
sudah siap sedia masuk ke liang vagina ibu mertuaku.
"Buu, aku kaangen banget buu..., Tomyy kanget banget..., Tomy anak nakal
buu..", bisikku.
"Toom..., ibu juga. sshh..., masukin Toom..., masukin sekarang..., Ibu
sudah pengiin banget Toom, Toomm...", bisik ibuku tersengal-sengal. Aku naik
ke atas ibu mertuaku bertelakn pada siku dan lututku.

Tangan kananku mengelus wajahnya, pipinya, hidungnya dan bibir ibu
mertuaku. Kami berpandangan. Berpandangan sangat mesra. Penisku dituntunnya
masuk ke liang vaginanya yang sudah basah. Ditempelkannya dan
digesek-gesekan di bibir vaginanya, di clitorisnya. Tangan kirinya memegang
pantatku, menekan turun sedikit dan melepaskan tekanannya memberi komando
penisku.

Kaki ibu mertuaku dikangkangnya lebar-lebar, dan aku sudah tidak sabar
lagi untuk masuk ke vagina ibu mertuaku. Kepala penisku mulai masuk, makin
dalam, makin dalam dan akhirnya masuk semuanya sampai ke pangkalnya. Aku
mulai turun naik dengan teratur, keluar masuk, keluar masuk dalam vagina
yang basah dan licin. Aduuh enaak, enaak sekali.
"Masukkan separo saja Tom. Keluar-masukkan kepalanya yang besar ini...,
Aduuh garis kepalanya enaak sekali".
Nafsu kami semakin menggelora. Aku semakin cepat, semakin memompa penisku
ke vagina ibu mertuaku. "Buu, Tomy masuk semua, masuk semua buu"
"Iyaa Toom, enaak banget. Pelirmu ngganjel banget. Gede banget rasane. Ibu
marem banget" kami mendesis-desis, menggeliat-geliat, melenguh penuh
kenikmatan. Sementara itu kakinya yang tadi mengangkang sekarang dirapatkan.
Aduuh, vaginanya tebal banget. Aku paling tidak tahan lagi kalau sudah
begini. Aku semakin ngotot menyetubuhi ibu mertuaku, mencoblos vagina ibu
mertuaku yang licin, yang tebal, yang sempit (karena sudah kontraksi mau
puncak). Bunyinya kecepak-kecepok membuat aku semakin bernafsu. Aduuh, aku
sudah tidak tahan lagi.
"Buu Tomy mau keluaar buu..., Aduuh buu.., enaak bangeet".
"ssh..., hiiya Toom, keluariin Toom, keluarin".
"Ibu juga mau muncaak, mau muncaak..., Toomm, Tomm, Teruss Toomm", Kami
berpagutan kuat-kuat. Napas kami terhenti. Penisku aku tekan kuat-kuat ke
dalam vagina ibu mertuaku.

Pangkal penisku berdenyut-denyut. menyemprotlah sudah spermaku ke vagina
ibu mertuaku. Kami bersama-sama menikmati puncak persetubuhan kami.
Kerinduan, ketegangan kami tumpah sudah. Rasanya lemas sekali. Napas yang
tadi hampir terputus semakin menurun.
Aku angkat badanku. Akan aku cabut penisku yang sudah menancap dari dalam
liang vaginanya, tetapi ditahan ibu mertuaku.
"Biar di dalam dulu Toom..., Ayo miring, kamu berat sekali. Kamu nekad
saja..., masa' orang ditindih sekuatnya", katanya sambil memencet hidungku.
Kami miring, berhadapan, Ibu mertuaku memencet hidungku lagi, "Dasar anak
kurang ajar..., Berani sama ibunya.., Masa ibunya dinaikin, Tapi Toom...,
ibu nikmat banget, 'marem' banget. Ibu belum pernah merasakan seperti ini".
"Buu, Tomy juga buu. Mungkin karena curian ini ya buu, bukan miliknya...,
Punya bapaknya kok dimakan. Ibu juga, punya anakya kok ya dimakan, diminum",
kataku menggodanya.
"Huush, dasar anak nakal.., Ayo dilepas Toom.., Aduuh berantakan niih
Spermamu pada tumpah di sprei, Keringatmu juga basahi tetek ibu niih".
"Buu, malam ini ibu nggak usah pulang. Aku pengin dikelonin ibu malam ini.
Aku pengin diteteki sampai pagi", kataku.
"Ooh jangan cah bagus..., kalau dituruti Ibu juga penginnya begitu. Tapi
tidak boleh begitu. Kalau ketahuan orang bisa geger deeh", jawab ibuku.
"Tapi buu, Tomy rasanya emoh pisah sama ibu".
"Hiyya, ibu tahu, tapi kita harus pakai otak dong. Toh, ibu tidak akan
kabur.., justru kalau kita tidak hati-hati, semuanya akan bubar deh".
Kami saling berpegangan tangan, berpandangan dengan mesra, berciuman lagi
penuh kelembutan. Tiada kata-kata yang keluar, tidak dapat diwujudkan dalam
kata-kata. Kami saling mengasihi, antara ibu dan anak, antara seorang pria
dan seorang wanita, kami tulus mengasihi satu sama lain.

Malam itu kami mandi bersama, saling menyabuni, menggosok, meraba dan
membelai. Penisku dicuci oleh ibu mertuaku, sampai tegak lagi.
"Sudaah, sudaah, jangan nekad saja. Ayo nanti keburu malam".
Malam itu sungguh sangat berkesan dalam hidupku. Hari-hari selanjutnya
berjalan normal seperti biasanya. Kami saling menjaga diri. Kami menumpahkan
kerinduan kami hanya apabila benar-benar aman. Tetapi kami banyak kesempatan
untuk sekedar berciuman dan membelai. Kadang-kadang dengan berpandangan mata
saja kami sudah menyalurkan kerinduan kami. Kami semakin sabar, semakain
dewasa dalam menjaga hubungan cinta-kasih kami.
Rabu, 05 Februari 2014 1 komentar

Mama Mertuaku Dari Negeri Tetangga

Kisah ini berlaku pada diriku bermula 2 tahun dahulu dan telah berterusan sehingga kini. Aku tidak minta ia berlaku kerana sebelum ini aku memang hidup bahagia disamping isteriku yang cantik dengan 7 orang anak. Tiada apa-apa kekurangan pada isteriku. Dalam bilik tidurpun isteriku masih hebat. Dia dapat melakukan apa sahaja asalkan kami puas ketika bersama.
Bapa mertuaku meninggal dunia pada tahun 1991, meninggalkan emak mertuaku dengan 3 orang anak yang masih menuntut di sekolah rendah. Adik beradik isteri kesemuanya 14 orang, begitu ramai tetapi semuanya sudah membawa diri masing-masing, ada yang telah berkahwin dan ada yang berhijrah ke bandar kerana bekerja. Akhirnya tinggal 3 orang yang masih kecil menemani emak mertuaku di kampung.
Sejak kematian bapanya, isteriku semakin rapat dengan emaknya dan aku bertindak membantu menyara adik-adik iparku bersekolah. Hampir setiap bulan, kami akan balik ke kampung yang jaraknya 24 km dari bandar tempat tinggal kami untuk menjenguk-jenguk mereka. Pada setiap musim cuti, biasanya aku akan menyewa sebuah van untuk membawa keluargaku dan mertuaku serta adik-adik iparku bercuti ke tempat-tempat peranginan dan 2 tahun lalu kami kesemua 13 orang mengambil keputusan untuk bercuti secara pakage ke Pulau Tioman melalui Mersing, Johor. Kami mengambil pakage 4 hari tiga malam dan akan tinggal di chalet Kampong Salang.
Kami tiba di Mersing pada jam 9.30 pagi dan terus menuju ke pengkalan jeti. Di kaunter tiket, aku menemui agent percutian kami dan dimaklumkan bahawa bot ke Pulau Tioman akan bertolak jam 11.00 pagi tepat. Kami diarah supaya berada di dermaga selewat-lewatnya jam 10.45 pagi. Sementara menunggu waktu yang ditetapkan, kami menuju ke restoran berhampiran dan makan bersama-sama. Aku perasan, sejak dalam bas menuju ke Mersing, emak mertuaku kurang bercakap dan semasa kami sedang makan, dia hanya makan beberapa suap sahaja, itupun hanya nasi sahaja tanpa lauk, lalu aku menegurnya.
" Emak, dari tadi saya tengok mak senyap saja. Mak tak sihat ke ?" Tanyaku tanpa sebarang jawapan. Isteriku juga mencelah. " Emak, makanlah mak, mak sakit ke?" soalan yang sama ditujukan kepada mertuaku. Dengan suara perlahan, emak mertuaku menjawab. " Mak tak pernah naik kapal, mak rasa gerun dan takut mabuk." Dari jawapannya, aku faham bahawa dia tidak begitu seronok untuk naik bot. Aku cuba menenangkan perasaannya dengan memberitahunya. " Emak jangan takut, nanti emak duduk sebelah dalam perut bot. Kalau mak duduk ditengah-tengah, mak tak nampak laut jadi rasanya macam naik bas sahaja."
Isteriku mencelah. "Betul cakap Abang Arshad, mak. Mak duduk di tengah-tengah dengan saya dan budak-budak ini semua. Jangan tengok laut." Dengan penjelasan itu, baru aku lihat emak mertuaku tersenyum dan menceduk lauk serta terus makan dengan seleranya.
Tiba masa untuk bertolak. kami menuju ke dermaga. Anak-anak dan adik-adik iparku sudah tidak sabar-sabar menunggu untuk menaiki bot. Bersama-sama kami, ramai pelancong-pelancong dari dalam dan luar negara sedang bersedia untuk menaiki bot. Apabila semboyan dibunyikan sahaja, kami semua bergegas-gegas menaiki bot yang bentuknya seperti jet jumbo. Ketika aku mengajak emak mertuaku naik, dia minta supaya naik kemudian sekali. Aku akur dan menyuruh isteri dan anak-anak serta adik-adik iparku naik dahulu. Setelah keadaan lenggang aku memimpin emak mertuaku untuk naik bot tetapi apabila sahaja hendak melangkah, bot mula berayun mengikut ombak, emak berpatah balik kerana ketakutan. Aku bertanya padanya, " Kenapa mak ?, jom kita naik." Tetapi mak mertuaku bagai tergamam. Aku faham perasaannya dan tanpa di sedari aku menceduk punggungnya dan mengangkatnya naik ke bot. Emak mertuaku memaut leherku dan mukanya disembamkan ke leherku. Sesampai di atas bot, aku cuba menurunkannya tetapi pautannya semakin kuat bagai tidak mahu melepaskan aku kerana ketakutan. Aku terus membawanya ke perut bot dan meletaknya diatas kerusi. Isteri dan anak-anakku ketawa geli hati melihat telatah emak mertuaku. Selepas itu baru dia melepaskan pautannya dileher ku. Ketika itu tanpa disengajakan, apabila aku melepaskan tangannya dari leherku, emak mertuaku menolehkan kepalanya dan bibir kami bersentuhan dan ketika itu, seperti masa terhenti, mata kami bertemu dan aku dapat merasakan kehangatan nafasnya membelai wajahku. Aku hanya sempat berkata' "Ops. Maaf mak." Dan emak mertuaku terus tertunduk malu. Aku bangun menegakkan badan dan mencuri pandang pada isteri dan anak-anakku jika mereka terlihat apa yang berlaku tetapi mereka asyik mentertawakan kami berdua.
Setelah setengah jam ditengah lautan, tiada apa-apa yang berlaku. Aku bergerak keluar dari perut bot dan berdiri dibelakang untuk menikmati pemandangan disekeliling yang kelihatan dari jauh, pulau-pulau bertaburan ditengah lautan. Tiba-tiba aku terdengar namaku diteriak dan aku bergegas masuk ke dalam. Emak mertuaku sedang tunduk ke bawah dan ditangannya memegang beg plastik. Aku bertanyakan kepada isteriku akan apa yang berlaku. Dia memberitahu bahawa emak mabuk laut dan muntah. Aku mengeluarkan minyak kapak dari poketku dan mengosok-gosok belakang leher mak mertuaku. Dia muntah hingga keluar muntah hijau tetapi apabila aku menggosokkan minyak dilehernya dia mendongak dan menarik nafas dalam-dalam. Aku duduk disebelahnya sambil memicit-micit pangkal lehernya. Emak kelihatan semakin tenang. Dia melentukkan kepalanya dibahuku dengan matanya pejam. " Biarlah emak tidur bang. Kalau tidak nanti dia muntah lagi." Selesai isteriku bercakap, emak sendawa mengeluarkan angin dari perutnya. "Abang peluk mak jangan sampai dia jatuh dari tempat duduknya." Pinta isteriku. Tanpa apa-apa perasaan aku memeluk emak mertuaku dan memaut pinggangnya. Tubuh kami bergesel-gesel mengikut alunan ombak yang menonggak arus bot. Aku menoleh untuk melihat isteri, anak-anak dan adik iparku. Mereka semua terlelap di ayun ombak. Apabila kepala emak mertuaku melurut ke dadaku, aku menolaknya semula kebahuku.
Tiba-tiba bot menghempas dengan kuat. Ibu mertuaku seakan terperanjat dan tangan kirinya memaut kuat ke leherku. Kepalanya semakin erat dipangkal leherku sehingga aku dapat merasakan kehangatan dengusan nafasnya. Dadanya dihimpitkan kedadaku. Aku tersipu-sipu malu tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Aku menjeling isteriku lagi tetapi dia telah terlelap lena dikerusinya.
Pergerakan bot melawan ombak membuatkan bot beralun-alun. Yang tidur semakin lena. Nafas emak mertuaku semakin perlahan, menandakan dia juga munkin terlena. Sekali lagi bot menghempas. Tangan kiri emak mertuaku yang sedang memaut leherku terlepas perlahan-lahan kedadaku, mengelungsur ke perut dan terhenti betul-betul dicelah pehaku. Aku tertegun dan perlahan-lahan mengalihkan tangannya. Apabila aku mengalihkannya diletak kembali dicelah pehaku tetapi kali ini tangannya mengosok-gosok betul-betul dibatangku. Batang aku ini pula pantang tersentuh begitu, cepatlah ia mengeras. Sambil tangannya menggosok-gosok, mukanya semakin hampir keleherku dan hidungnya ditonyoh-tonyoh. Aku tidak tahu sama ada ia disengajakan atau emak mertuaku sedang bermimpi. Tiba-tiba semboyan kuat berbunyi dan bot semakin perlahan. Semua penumpang terkejut dan melihat sekeliling. Emak mertuaku juga terjaga dan cepat-cepat mengalihkan tangannya. Aku buat-buat tak tahu apa-apa tetapi aku sedar, melalui kerlingan mataku, aku lihat, emak mertuaku asyik memandangku. Aku jerit kuat." Dah sampai. " dan semua anak-anakku terjaga serta isteri dan adik iparku.
Apabila bot sampai di dermaga, kami semua beratur untuk turun. Di atas jeti, ada sambutan oleh pihak pengurusan chalet terhadap ketibaan kami. Anak-anak semua gembira dan melompat naik. Seperti mula-mula naik bot, kini aku harus mendukung emak mertuaku naik ke jeti. Diatas jeti berlaku kelucuan. Anak-anak, isteri dan adik iparku terhoyong hayang berjalan sambil ketawa. "Ayah, jeti ini bergerak-gerak. Saya takut." Semua yang mendengarnya tertawa terbahak-bahak melihat telatah mereka yang mabuk darat setelah 2 jam dilautan. Aku jua tak terlepas, apabila aku turut terhoyong hayang bersama sambil mendukung emak mertuaku.
Kami disambut dengan meriah sekali dengan senyuman dan kalungan bunga. Aku masih lagi mendukung emak mertuaku sehingga ke darat. Isteri, anak-anak dan ipar-iparku terus mengikuti penyambut tetamu ke pejabat pengurusan. Aku menuju ke sebuah kerusi dan cuba menurunkan emak mertuaku. Semasa aku meletakkannya dikerusi, tangannya masih memaut leherku. Kali ini bagai disengajakan, apabila dia melepaskan tangannya, hidung dan mulutnya mengesel mulutku. Aku buat tak perasan dan melepaskannya duduk. " Mak tunggu sini dulu, Arshad nak ke kaunter uruskan kunci chalet." Jelasku kepadanya. Emak mertuaku tidak menjawab apa-apa, tetapi mata layu nya merenung mataku.
Setelah kami selesai masuk ke chalet masing-masing, aku bersama isteriku dan 2 orang anak kecilku. Anak-anak yang besar berkongsi sebuah chalet 3 bilik bersama seorang adik iparku. Emak mertuaku berkongsi chalet 2 bilik bersama 2 orang adik iparku, kami dihidangkan minuman petang di restoran berhampiran. Kami juga diberikan penerangan mengenai pakej percutian kami. Selepas ini kami dibenarkan bersendirian bersiar-siar di pantai dan kawasan-kawasan berdekatan. Di Kampong Salang ini ada beberapa buah gerai menjual cenderahati, gerai-gerai makan, gerai-gerai karaoke dan menyewa alatan penyelam.
Kami menghabiskan masa bersiar-siar dan bermandian di pantai sehingga lewat petang. Selepas itu kami kembali ke chalet masing-masing dan bersedia untuk makan malam. Selama itu, emak mertuaku hanya duduk di chalet dan tidak mengikut kembaraan kami. Dia menghabiskan masa dengan tidur dan berehat untuk menghilangkan rasa mabuk lautnya.
Jam 8.00 malam, kami semua bergerak ke restoran untuk hidangan makan malam. Emak mertuaku duduk disebelahku dan isteriku. Dia masih tidak banyak bercakap. Kami makan bersama-sama dan selepas makan, aku lihat anak-anak dan adik iparku telah berkenalan dengan ramai rakan sebaya mereka dan bermain bersama-sama di kawasan perkampungan itu. Emak mertuaku terus bergerak ke chaletnya. Katanya, dia hendak berehat. Aku dan isteriku bersiar-siar di tepi pantai yang hanya diterangi oleh cahaya lampu pantai yang malap dan cahaya bulan di langit. Kami mencari suatu sudut yang sunyi dan berasmara seperti kami mula-mula baru kahwin dahulu. Apabila kami terasa ingin bersetubuh, kami kembali ke chalet dan terus masuk ke bilik. Oleh kerana anak-anak masih belum balik, kami bersetubuh sepuas-puasnya didalam bilik. Aku tak tahu kenapa malam ini aku tidak boleh terpancut sedangkan isteriku telah tiga kali lemas. Mungkin peristiwa siang tadi bersama emak mertuaku mengganggu perasaanku. Walaubagaimanapun, isteriku puas dan kerana kepenatan terus terlelap. Ini adalah biasa, setiap kali selepas bersama, dia akan tertidur sehingga pagi. Kalau bom meletup pun dia tidak akan sedar kerana dia akan tetap terbangun pagi, seawal jam 5.00 pagi tiap-tiap hari.
Oleh kerana angin laut begitu hangat, apalagi setelah bertarung selama satu jam aku berasa rimas dan keluar merayau-rayau seorang diri. Aku duduk di gerai karaoke melihat gelagat orang ramai menyanyi dan bergembira sehingga tidak sedar waktu telah jam 1.00 pagi. Aku bergerak untuk pulang ke chalet. Setibanya di chalet, lampu semua telah dipadamkan. Anak-anak telah terlena tetapi mataku masih belum mengantuk. Aku duduk ditangga chalet menghadap ke chalet emak mertuaku. Aku mengenangkan peristiwa yang berlaku antara aku dan mak mertuaku siang tadi. Adakah disengajakan atau tidak. Aku belum pernah bernafsu terhadap perempuan lain selain isteriku yang cantik dan bertubuh mekar, tetapi hari ini aku terangsang terhadap emak mertuaku sendiri. Walau dalam usia 54 tahun, emak mertuaku masih nampak menarik. Tidak terlalu kurus tetapi gebu. Buah dadanya terasa masih utuh dan keras ketika menghimpit dadaku. Daging pinggangnya masih kental. Aku cuba melawan perasaanku tetapi nafsu syaitan masih menggodaku. Dalam benakku bertanya sendiri. Adakah dia akan menyerah dengan mudah kalau aku menggodanya. Perasaan yakin dan tidak yakin berkecamuk dalam benakku. Nak buat atau tidak. Akhirnya aku berkeputusan untuk mencuba dan aku melangkahkan kakiku ke chaletnya. Dipertengahan perjalananku aku tersentak apabila tiba-tiba emak mertuaku berdiri didalam kegelapan malam dihadapanku. " Eh! Mak, nak ke mana ?" Tanyaku dengan nada terperanjat. Dia menyahut. "Emak tak boleh tidur kerana dah puas tidur siang tadi, Arshad nak kemana ?" Dia menanyakan aku pula. " Arshad pun tak dapat lelap mata. Kan sejuk ini mak, kenapa tak pakai baju sejuk?" Aku meneruskan kata-kataku.
" Taklah Arshad, angin malam ni hangat sangat. Kalau Arshad belum nak tidur, teman mak jalan-jalan kat pantai." Pintanya. "Baiklah mak, jom." Jawabku. Situasi ini telah melenyapkan segala yang aku ranncangkan tadi. Aku tak tahu nak buat apa bila berhadapan dengannya begini lalu aku cuba turutkan kehendakknya sebagai emak mertuaku.
Kami bersiar-siar dengan mengikut langkah kakinya. Kami berjalan seiringan dengan jarak selengan sambil bercakap bila perlu sahaja. Tanpa sedar, kami telah berjalan jauh dari tempat penginapan kami. Tiada lagi lampu pantai hanya cahaya bulan menerangi laluan kami. Sesampai dikawasan berbatu, kami memanjat ke atas dan berdiri menikmati angin malam. Emak mertuaku berdiri diatas batu sambil aku duduk lebih kurang dua meter dibelakangnya. Cahaya bulan yang memancar ketubuhnya menembusi kain pelekat dan baju kebaya kedahnya sehingga menampakkan bentuk tubuh yang serta merta merangsang syahwatku. " Dia menggoda lagi ke?" kata hatiku.
Tiba-tiba dalam kesunyian malam itu, aku terdengar suara-suara dari dalam semak-semak dibelakangku. Emak mertuaku juga terperasan lalu bergerak menuju ke arah ku. " Bunyi apa tu, ada orang kat sinilah Arshad." Emak mertuaku berkata sambil terus bergerak menuju ke arah datangnya suara tersebut. Aku menuruti dibelakangnya. Langkahnya terhenti apabila terlihat sesuatu. Aku bergerak rapat ke arahnya dan amat terperanjat sekali apabila melihat bayang-bayang dua manusia sedang enak bersetubuh dihadapan kami. Seketika pula terdengar disebelah kanan dan kiri kami. Mereka semua sedang memadu asmara sambil melempiaskan nafsu masing-masing. Syahwatku terus terangsang tetapi aku melawannya. Tiba-tiba emak mertuaku bersuara membisikku. " Diaorang semua tengah main, Arshad." Aku hanya mampu menjawab, "A' ah". Dan tak tahu nak buat apa. Tiba-tiba leherku dipaut dan ditarik kebawah. Emak mentuaku telah terbaring dengan tangannya memaut leherku. " Jangan cakap apa-apa, kita buat macam diaorang. " Aku tersentak sebentar tetapi aku tahu ini lah peluang yang aku inginkan sejak tadi, kenapa pula aku harus menolak. Aku merebahkan tubuhku keatas tubuhnya dan terus mengucup mulutnya. Lidah dan gigi kami berlaga-laga dengan rakusnya. Sungguh nikmat. Aku ingin menikmati teteknya lalu aku seluk kedalam bajunya dan meramas-ramas payu dara emak mertuaku. Dia mengerang sambil tangan kanannya menyentap-yentap seluarku. Aku mengerti kehendaknya lalu bangun dan menanggalkan seluarku. Tanpa seluar dalam, batangku terus menerjah keluar sambil emak mertuaku menyelak kainnya keatas menampakkan kemaluannya yang masih lebat berbulu diterangi cahaya bulan. Dia mengangkat kelengkangnya dan aku terus rebah lalu menyucukkan batangku kemulut farajnya. Tanpa lengah-lengah dia menolak punggungnya keatas dan farajnya menelan batangku hingga ke pangkal. Kakinya memaut punggungku bagai tidak mahu melepaskan batangku. Kami terdiam sebentar dan farajnya mengemut-ngemut batangku. Nafasnya semakin kuat dan tiba-tiba sahaja dia mengerang dan terus longlai. Aku macam tak percaya. Belum pun aku bermula, dia sudah kekemuncak. Pautan kakinya dilepaskan dan batang aku yang masih keras terbenam dalam lubang farajnya. Tiada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Dalam kegelapan malam itu, dia menarik tubuhku rapat ketubuhnya, mengucupku dan kemudian menolakku baring disebelahnya di atas rumput-rumput yang dibasahi embun bercampur perahan peluh kami berdua.
Selepas beberapa ketika, masih tiada kata-kata hanya sekali-kali dia mengucup-ngucup dan menjilat dadaku. Tak tahu apa hendak aku katakan. Masing-masing membisu. Jam tangan aku berbunyi dan aku dekatkan kemataku menunjukkan jam 3.00 pagi. Pukul lima pagi, pasti isteriku akan bangun. Apa harus aku katakan jika dia dapati aku dan emaknya tiada dikatil masing-masing.
Seperti dia mengetahui apa yang sedang aku fikirkan, tiba-tiba emak mertuaku bersuara sambil menarik-narik batangku yang mencodak kelangit. "Masukkan Arshad!, mak dah puas, Arshad mainlah emak sampai Arshad puas." Aku tak tahu apa nak jawab. Aku hempap tubuhnya dan tusukkan batangku kedalam farajnya. Walaupun dia telah puas, dia membantu dengan mengerakkan punggungnya kekiri, kekanan, keatas dan kebawah. Sambil menyetubuhinya, aku ramas teteknya dan sekali-sekala aku rapatkan bibirku kebibirnya. Sekali sekala aku lajukan sorongan dan adakalanya aku perlahankan dengan tujuan dapat membangkitkan nafsunya semula walaupun terpaksa mengambil masa lama sedikit. Harapanku tidak sia-sia, kemutan farajnya mula terasa, lidahnya mula minta dinyonyot dan kakinya mula berpaut kuat tetapi apakan daya, aku sudah tidak dapat bertahan dan dengan sekali huja, batangku terbenam hingga ke pangkal dan terus menyemburkan air kasih hingga melimpah keluar bersama-sama dengan batangku yang mula layu. " Maafkan Arshad mak, Arshad tak boleh tahan lagi." Rayuku. Dia hanya menjawab. "Tak apalah." Dan kami terus berpelukan dan berkucupan apabila jam tanganku berbunyi lagi. Kami terus membetulkan pakaian masing-masing dan meninggalkan tempat kami bermadu dengan insan-insan yang masih bergelimpangan melayari kasih mereka.
Setibanya ditempat penginapan kami, aku menghantar emak mertuaku hingga kebiliknya. Sebelum beredar kami sempat berkulum lidah sambil dia meramas-ramas batangku dan aku menjolok-jolok jariku kedalam lubang farajnya.
Aku terus membaringkan tubuhku disebelah isteriku dan terlena hinggalah aku dikejutkan oleh isteriku. " Bang, bangun, sejam lagi kita nak bertolak ke tempat perkelahan. Semua dah bersedia. Apa ni, tidur jauh malam, kan lepak dah. Bangun cepat." Mataku terasa kelat tetapi aku harus bangun. Aku bergerak menuju ke bilik air. Di depan chalet aku lihat emak mertuaku sedang rancak bergurau dengan cucu-cucunya, tidak lagi terconggok senyap sendirian seperti semalam. Dia memandang kearahku sambil tersenyum. Dia nampak riang sekali hari ini.
Selepas mandi, aku terus masuk ke bilik. Aku lihat isteriku sedang berbaring di atas katil. Apabila nampak aku masuk, dia mula berkata. " Bang, sebelum pergi, kita main sekejap." Pintanya. Dalam hatiku berkata. "Wow!, boleh ke ni?" . Aku harus memikirkan sesuatu supaya keupayaanku tidak ketara selepas berhempas pulas dengan emaknya malam tadi."Phew! apa aku nak buat ni. Rasa macam tak sanggup. " bisik hatiku lagi. Supaya tidak mengecewakannya aku memberi alasan. "Has! Bukan tak nak, tapi kena minum RedBull dulu. Itupun selepas setengah jam baru boleh. Jadi masa tak ada sayang. Kita dah nak bertolak." Penjelasan itu sudah cukup meyakin isteriku. Dia mengalah tetapi dengan kata-kata. " Tapi malam nanti bagi Has tau." Aku hanya mampu tersenyum.
Masa untuk bertolak ke jeti untuk menaiki bot ke tempat perkelahan hampir tiba. Bot sudah berada dipengkalan dan pelancong-pelancong sedang berbaris untuk menaiki bot. Dari atas bukit tempat penginapan kami jelas nampak bot besar yang tertambat di jeti. Aku memanggil semua anak-anak aku dan adik-adik iparku supaya bergerak ke jeti. Tidak kelihatan emak mertua dan isteriku. Aku memanggil isteriku dan terdengar suara sahutan dari chalet emak mertuaku. Sebentar kemudian hanya isteriku sahaja yang keluar dan aku bertanya dimana emaknya.
"Abang! Abang jangan marah ye!" "Kenapa?" Balasku. " Emak takut dia mabuk lagi naik bot, jadi dia tak nak ikut. Tapi takkan nak tinggalkan dia sorang di sini." Jawab isteriku. " OK lah, Has tinggal dengan mak, biar abang bawa anak-anak." Balas ku lagi.
"Woi! Woi!, malam sikit," jawab isteriku. "Has, pergi sama anak-anak, Abang temankan emak. Abang dah pernah ke sini tapi Has baru sekali ini. Jadi abang kenalah temankan emak. "
Aku tergamam sebentar dan memandang isteriku dengan pandangan yang memeranjatkan sambil membalas. " OK! Tapi jaga anak-anak baik-baik, jangan ada yang lemas " dan disahut oleh isteriku yang telah sampai ke bawah bukit. "Jangan takut, Abang jaga emak baik-baik tau." Dan terus menghilang menuju ke jeti.
Perasaanku bercampur-campur. Tidak suka kerana tidak dapat berkelah bersama-sama anak-anak dan isteriku. Suka, munkin peristiwa semalam akan berulang.
Tiba-tiba emak mertuaku muncul di hadapan chaletnya sambil memandang aku. Aku meneriak kepadanya. " Emak, kita pergi sarapan dulu kat sana jom." Emak mertuaku terus berjalan menuju ke arahku. Setibanya disampingku, aku mengulang kembali kata-katanya semalam. " Jangan cakap apa-apa, kita buat macam diaorang. " Emak mertuaku tersenyum mendengarkannya lalu aku kucup sekali dibibirnya. Dia tersipu-sipu seolah-olah malu. Aku pimpin tangannya menuju ke gerai untuk bersarapan.
" Emak makan kenyang-kenyang, nanti tak cukup tenaga." Aku memulakan perbualan. Dia bertanya, "Tenaga untuk apa?" lalu aku menjawab. "Untuk main dengan saya."
Dia hanya menyahut, "Ishhh, Arshad ni." Kami bersarapan nasi lemak dan meminta lauk ketam goreng. Emak mertuaku begitu berselera sekali pagi ini.
"Lepas ini kita nak kemana mak?" Tanyaku. Emak menjawab, " Ke biliklah, ke mana lagi?" Aku terasa gembira sekali dengan jawapannya dan batangku menunjukkan perasaannya sendiri dan mula mengeras.
Selesai bersarapan, kami bergerak menuju ke tempat penginapan dan aku bertanya kepada emak mertuaku dia hendak dichalet aku atau chaletnya. " Dekat bilik maklah, kalau bilik Arshad nanti, bersepah air mani dan peluh. Nanti Hasnah perasan baru padan muka." Aku akur dan terus menuju ke chalet emak mertuaku. Setibanya didalam chalet, aku menguncikan pintu dan tingkap-tingkap dan memasang penghawa dingin. Aku dakap emak mertuaku dan menjilat mukanya. Dia hanya tegak membatu membiarkan perlakuanku. Kemudian aku tanggalkan bajunya dituruti dengan kainnya. Dia tidak memakai seluar dalam dan berdirilah ia dihadapanku tanpa seurat benang. Dia cuba menutup dadanya dengan telapak tangan tetapi aku melarangnya. Aku arahkan emak mertuaku berdiri tegak dihadapanku kerana aku katakan padanya aku hendak menatap tubuh yang melahirkan isteriku. Aku duduk ditepi katil sambil memerhati setiap sudut tubuhnya. Umurnya 54 tahun. Muka tidak nampak berkedut tetapi jelas sedikit kedutan diatas lehernya. Kulit diatas dadanya sedikit kelihatan kasar tetapi buah dadanya sederhana dan licin keputihan. Lengannya masih gebu dan kelihatan sedikit lemak ditepi pinggang dan perutnya. Di sebelah kanan bawah perutnya ada parut melintang dari kanan ke kiri, bekas pembedahan untuk mengikat tiub falopiannya bagi mengelakkan kehamilan setelah melahirkan 14 orang anak. Ini bermakna, seberapa banyak aku pancutkan air maniku, dia tidak akan hamil. Punggungnya kecil dan melurus dari peha ke betisnya. Sungguh menghairahkan.
Setelah puas aku menatap tubuhnya, aku bangun dan menanggalkan pakaianku dan bertelanjang bogel dihadapannya. Ketika aku menanggalkan seluar dalamku, dia memalingkan mukanya tetapi aku merapatinya lalu memenang kepalanya dan mengarahkan pandangannya kepada zakar ku. Dia mengeraskan kepalanya untuk berpaling semula lalu aku berkata padanya. " Mak tak nak tengok benda yang masuk dalam pepek mak semalam." Tanpa berkata, dia memusatkan pandangannya kepada zakarku. Kemudian aku mendongakkannya dan mengucup bibirnya. Cara dia menyambut kucupanku seolah-olah dia hendak berubah fikiran untuk tidak meneruskannya lalu tanganku ku letakkan pada buah dadanya dan perlahan-lahan meramas-ramas putingnya sehingga mulutnya terbuka dan menerima lidahku.
Kami masih berdiri sambil melayan perasaan kami. Dia mula merangkul leherku dan sebelah tangannya membelai batangku yang sememangnya telah mencodak keras. Nafasnya semakin kencang, mendengus-dengus dengan kuat. Tiba-tiba dia meronta melepaskan tubuhnya dari dakapanku. Aku tersentak seketika tetapi apabila di terus naik keatas katil dan terlentang mengangkang menampakkan pepeknya dengan gaya seorang perempuan yang kelaparan sek, aku terus menerkamnya. Lantas dia mencapai batangku dan menghalakannya ke lubang farajnya. Dengan sekali henjut, seluruh batangku terbenam ke dalam bersamaan dengan suaranya yang mengerang kesedapan. Semasa ini kami tidak pandai lagi melakukan "foreplay" maka itu kami terus sahaja bersetubuh. Setiap tolakkan masuk batangku disambut dengan suara mengerang dari emak mertuaku. Sorong menyorongku semakin laju, seirama dengan ayakan punggungnya. Lidahku dinyonyot sambil tanganku meramas-ramas buah dadanya hinggalah tubuhnya mengejang dan mengigil akibat kepuasannya telah memuncak. Aku hentikan gerakanku seketika sambil menekan batangku sedalam yang munkin. "Uhhhhggg, uhhhhgggggg." suara garau keluar dari tengkoroknya menandakan nikmat yang amat sangat diikuti dengan tubuhnya yang terus longlai tidak bermaya. Setelah keadaan reda, aku teruskan gerakan batangku kelubang farajnya. Dalam kedinginan penghawa dingin pun tidak dapat menahan curahan peluh kami, bersatu membasahi tubuh dan tilam tempat kami bersetubuh.
Aku memperlahankan gerakan batangku yang licin keluar masuk lubang nikmat yang telah dibasahi lendir yang terbit hasil nikmat persetubuhan kami. Dadanya turun naik dengan nafasnya yang kencang seperti orang yang baru menamatkan perlumbaan 100 meter dipadang. Dalam usianya 54 tahun, staminanya tidak sekuat nafsunya lagi tetapi keperluan syahwat dan nafsunya amat diperlukan untuk terus menikmati kepuasan. Aku mengalah dan mencabut batangku lalu berbaring disebelahnya, menunggu sehingga kepenatannya reda. Dalam keadaan lemah laonlai itu tangannya mencapai batangku dan membelai perlahan-lahan sehingga lendir dibatangku kering dibuatnya. Emak mertuaku berpaling memandangku sambil tersenyum puas.
" Biar emak rehat sekejap ya Arshad." Rayunya pada aku. Aku hanya menganggukan kepalaku. Dalam pada itu, tanganku aku letakkan pada pepeknya dan meraba-raba lubang nikmat tersebut. Dia membuka luas kelengkangnya supaya aku dapat terus mainkan jari-jariku.
Mungkin kerana terlalu keletihan, emak mertuaku terlena. Aku bangun mencari tuala dan aku kesat hingga kering lendir yang membasahi pepeknya. Setelah kering, aku menghempapnya lalu memasukkan batangku kelubang nikmat itu dan mengerakkannya perlahan-lahan. Emak mertuaku membuka matanya dengan lesu dan membiarkan aku menyetubuhinya. Lima minit kemudian aku melepaskan benih kasih ku ke dalam lubang farajnya. Sekali lagi pepeknya dibasahi dengan air maniku. Dia masih terlena dan setelah aku cabut batangku keluar aku turut terlena disisinya.
Bila aku tersedar, jam dinding telah menunjukkan pukul 12.30 petang dan perutku terasa lapar. Emak mertuaku masih nyenyak dengan dengkuran perlahan. Aku bangun dan terus kebilik mandi, membersihkan tubuhku dan apabila aku keluar dari bilik air, dia masih lena. Aku duduk dikerusi di hadapan katil sambil menatap tubuhnya. Dalam hatiku bertanya sendiri, mengapakah mesti emak mertuaku menjadi perempuan selepas isteriku yang aku tiduri. Sampai bilakah hubungan ini akan berterusan.
Setelah sekian lama duduk memerhati tubuh mertuaku yang baru aku gauli dengan nikmatnya bertelanjang bulat di atas katil aku bangun mengejutnya. " Mak!, Mak! " terasa janggal pula memanggilnya mak selepas apa yang kami lakukan bersama. "Mak! Bangun."
Apabila dia membuka matanya, bagai seorang yang baru dikejutkan dari mimpinya, dia cepat-cepat menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang bertelanjang bulat. Dengan rambutnya yang kusut masai dan baru bangkit dari tidur barulah kelihatan seperti seorang perempuan tua seusia umurnya.
Aku duduk disisinya sambil memegang bahu dan berkata, " Emak, Arshad ni. Bangun dulu dan kita pergi makan tengahari." Seolah-olah baru sedar dari lamunan dia menjawab. " Oh, Arshad " lalu terus bangun dan melepaskan selimut yang menutupi tubuhnya dan terus bergerak ke bilik air. Dengan bertuala aku mengikutnya ke bilik air. Dia telah merapatkan pintu bilik air lalu aku mengetuk untuk masuk. Tiada jawapan seketika lalu aku menolak pintu bilik air dan masuk. Aku lihat seorang perempuan tua dan dia telah menanggalkan gigi palsunya sedang mencangkung membuang air kecil. Bersama air kencingnya, meleleh keluar lendir berwarna putih. Matanya memandang ke bawah melihat lendir putih yang banyak sekali keluar bersama air kencingnya sambil berkata. " Banyaknya air mani Arshad dalam pepek mak."
Apabila dia mendongak semula memandang padaku, wajahnya tanpa gigi palsunya tampak terlalu tua. Alangkah anehnya perasaanku, keadaan wajahnya membuatkan aku semakin terangsang kuat lalu aku membuka tualaku dan menunjukkan batang aku yang keras mencodak kedepan. Dia cuba menyembunyikan mukanya dengan menutupnya dengan kedua-dua belah tangan. Aku bergerak rapat kearahnya yang sedang mencangkung dan menariknya bangun berdiri dihadapanku. Aku kuakkan tangannya lalu menatap wajahnya tetapi dia cuba menundukkan wajahnya mengelak dari tatapanku. Aku menundukkan kepalaku dan mencapai bibirnya dengan mulutku tetapi dia berpaling dan berkata. " Jangan tengok mak macam ni. Mak malu." Tanpa banyak bicara aku mengangkatnya lalu membawanya keluar dari bilik air dan membaringkannya di atas katil. Aku telah terlalu terangsang dan tidak boleh mengawal perasaanku lagi. Aku naik keatasnya dan mendepangkan kedua-dua tangannya. Dia memalingkan mukanya mengelak dari pandangnku. Aku jerit kepadanya. " Pandang sini. " Emak mertuaku terkejut dengan suara ku yang meninggi tetapi di menuruti arahanku dan memandang ke arahku. Aku merapatkan mulutku ke mulutnya yang tanpa gigi. Aku belah mulutnya dengan lidahku dan melahapnya dengan rakus. Batangku masih terletak diatas perutnya. Aku lepaskan tangannya, memaut rambutnya sambil berkucupan. Air liur kami bertakung dengan banyak sehingga meleleh-leleh keluar bercampur baur.Tangannya memaut tengkukku dan kami terus berkucupan selama beberapa minit lagi. Kemudian aku turun dari tubuhnya dan berbaring disisinya.
Aku mengiringkan tubuhku dan memeluknya. Aku lihat air mata emak mertuaku meleleh keluar dari matanya. Dia menangis dengan senyap. Aku menongkat kepalaku memandangnya dan sebelah tanganku memegang buah dadanya. " Mak menangis mak, kenapa ? " Tanya ku.
" Arshad, kita dah lakukan dosa besar, Mak rasa berdosa pada Hasnah. Mak kesian pada dia." Timbul rasa kekesalan pada dirinya dan dia menyambung, " Mak rasa kita lupakan apa yang telah kita lakukan dan kembali seperti biasa. " Aku hanya terdiam tanpa kata-kata. Aku cuba mencium bibirnya tetapi dia mengelak dan mengetapkan bibirnya dan terus berkata. " Walaupun mak akan rasa kekosongan tetapi biarlah ia berlalu dengan sendirinya. Maafkan mak, Arshad. " Situasi begini membuatkan aku panik lantas aku terus bangun mengenakan pakaianku dan beredar keluar dari chaletnya membiarkan emak mertuaku bersendirian. Kemudian aku terus menuju ke restoran untuk mengisi perutku yang lapar sambil melayani fikiranku yang berserabut dengan seribu persoalan.
Selesai makan, aku duduk di jeti, cuba menenangkan fikiranku. Setelah dia mengajar aku betapa enaknya perhubungan sumbang ini, tiba-tiba dalam sekelip mata dia cuba mengakhirinya. Aku masih mengingini untuk meratah puas-puas tubuhnya. Bagaimana akan aku hadapinya selepas ini ? Aku bertekad untuk bersemuka dengannya sebelum isteri dan anak-anak aku pulang sekitar jam 6.30 petang ini. Jam aku menunjukkan pukul 2.30 petang dan emak mertuaku tidak kelihatan dimana-mana. Dia pasti masih berada dichaletnya. Aku terus menuju ke restoran untuk membelikan makanan untuk dibawa kepadanya.
Aku melangkahkan kakiku menuju ke chaketnya dan sesampai di pintu chalet, aku mengetuk dan emak mertuaku membuka pintu. Belum sempat aku mengatakan sesuatu dia mula bersuara. " Arshad, mak nak cakap sikit dengan Arshad. " lalu dia duduk di atas kerusi. Aku menghulurkan makanan yang aku belikan seraya berkata. " Nah mak. Arshad belikan mak nasi bungkus. Mak makanlah dulu. Selepas ini kita boleh berbincang. "
" Takpe lah, letak dulu atas meja ni. Nanti mak makan. Kita mesti bincang dulu. " balasnya. Aku duduk di kerussi berhadapan dengannya lalu memusatkan pandanganku kearahnya. Emak mertuaku cuba mengelak pandanganku. Dia tidak memandang tepat padaku. Aku jadi sedikit gementar untuk menghadapi suasana ini tetapi aku kuatkan semangat dan memulakan bicara. " Mak, kalau mak nak bincang tentang apa yang kita dah lakukan, Arshad bertekad, walau apapun yang akan berlaku, Arshad tetap mahu main dengan emak." Belum sempat aku menyambung kata-kataku, dia menyampuk, " Arshad, apa yang kita lakukan ini berdosa. Mak tak tahu kenapa mak buat macam ini, dengan menantu mak pulak tu. Terus terang mak katakan, mak memang bernafsu kuat. Selepas bapak meninggal, mak masih boleh bertahan lagi tetapi sejak Pak Ayub mengusik-usik mak hari itu, tiba-tiba mak rasa mak perlukannya lagi. Nafsu mak kembali lagi walaupun mak dah tua ni. "
" Mak, nafsu akan pergi selepas kita mati. Selagi kita hidup, selagi itu kita akan mempunyai nafsu. Semalam mak dah ajar saya curang dengan isteri saya dan saya dah mula seronok main dengan mak tapi tiba-tiba mak nak cerita pasal dosa pulak. Saya nak mak faham betul-betul, saya tetap nak teruskan apa yang kita dah mulakan. " Suaraku mula meninggi. " Kita ikutkan saja hati kita, orang lain tak perlu tahu. Bila saya hendak, mak mesti beri, kalau tidak saya akan lakukan perkara yang mak tak ingin tahu. Fahamkan itu dan jangan banyak cakap lagi. " Aku mula mengherdiknya. Dia kelihatan terperanjat dengan lakuku dan menunjukkan kegelisahannya. " Sekarang makan dulu, lepas ini kita main. " aku menyambung dengan batang aku mula mengeras.
" Mak belum lapar lagi, nanti karang mak makanlah." Balasnya sayu. Aku terus memerintahnya. "Kalau gitu, naik atas katil dan bukak baju mak sekarang juga. Saya dah tak tahan nak main. " Aku sendiri terkejut dengan kata-kata yang aku keluarkan tetapi nafsu telah mengawal diriku. Aku mesti menyetubuhinya lagi.
Mak mertuaku bangun dan berlalu masuk ke bilik, menanggalkan pakaiannya satu persatu dan baring meniarap di atas katil. Aku dengan masih berpakaian membaringkan diri disebelahnya. Aku mengusap rambutnya dan merapatkan bibirku kepipinya lalu menciumnya. Serentak dengan itu, dia mengiringkan tubuhnya menghadap aku sambil tersenyum.
" Mak, maafkan Arshad kerana berkasar dengan mak tadi. " aku mulakan berkata padanya. " Kalau mak nak lupakan bahawa kita telah buat perkara ini, Arshad akan bangun dan tinggalkan bilik ini ?. " Belum sempat aku menghabiskan ayatku, emak mertuaku menyambut cakapku. " Dah lah Arshad, kita dah terlanjur jauh. Emak perlukan seorang lelaki dalam hidup mak. Kalau Arshad sudi, Arshad boleh jadi lelaki tu. "
Aku cuba mendapatkan kepastian daripadanya . " Maksud mak, kita akan teruskan begini. " aku menyambung. Dia hanya menganggukkan kepalanya mengiakan. Aku terasa lega kerana kini aku tidak berlawan dengan perasaanku lagi dan tidak bertepuk sebelah tangan. Buat seketika aku ketepikan perasaanku terhadap isteriku, anaknya.
Aku menarik emak mertuaku naik ke atas tubuhku dan kami berkucupan sambil tanganku meraba-raba belakang tubuhnya. Tangan aku singgah dipunggungnya yang berisi dan aku ramas-ramas perlahan-lahan. " Arshad, sebelum Hasnah dan anak-anak balik ? " Aku faham maksudnya dan menyekat kata-katanya dengan menarik rapat mulutnya dan menolak lidahku ke dalam. Dia menyambut dengan menyonyot-nyonyot lidahku. Sambil memeluknya, aku mengolekkan badan dan menghempap tubuhnya. Aku meneruskan meraba ke buah dadanya dan meramas-ramas perlahan-lahan. Nafas emak mertuaku semakin kuat dan kencang. Dia telah menunjukkan tanda bersedia untuk disetubuhi.
Aku bangun perlahan-lahan dan melepaskan kucupan kami lalu membuka baju dan seluarku. Dia terlentang dikatil sambil tangannya meraba-raba bibir farajnya yang kelihatan berkilat-kilat diselaputi lendirnya sendiri. Perlahan-lahan aku menghempap tubuhnya lagi dan menemukan mulut kami. Kami berkucupan dan buah dadanya terhempap oleh dadaku. Aku mengesek-gesekkan tubuh kami dengan mengoyang-goyang perlahan-lahan. Tangan kananku aku susurkan ke farajnya dan memain-mainkan jariku di situ. Sekali-sekala aku jolokkan jariku ke dalam lubang nikmatnya. Seiringan dengan itu, dia mengoyang-goyangkan punggungnya.
" Arshad!, masukkan. " Emak mertuaku merayu. Dengan itu, aku bangun dan memegang kedua-dua kakinya dan mengangkangkannya. Perlahan-lahan aku letakkan kepala zakarku ke mulut farajnya dan menolak sedikit demi sedikit hingga terbenam keseluruhannya. Apabila kepala zakarku mencecah pangkal rahimnya dia mengerang kesedapan. Aku rebahkan tubuhku menghempap tubuhnya sambil menyorong dan menarik batangku keluar, masuk perlahan-lahan. Matanya pejam menahan kenikmatan dari pergerakanku. Aku merapat ke telinganya dan membisik. " Sedap tak mak. " Dia hanya menganggukkan kepala dan aku menyambung lagi. " Kia buat selalu. " Dia membalas dengan suara tersekat-sekat menahan kenikmatan. " Arshad mesti selalu jenguk-jenguk mak. Kita boleh main selalu." Bila aku menghentikan pergerakkanku, dia akan mengayak-ayak punggungnya seperti tak sabar untuk menikmati puncak kenikmatan. Aku teruskan gerakan sorong-tarik perlahan-lahan dan sekali-sekala aku henyak-henyak sekuat-kuat. Setiap kali dia menerima henyakkanku, dia akan mengerang.
Tiba-tiba dia mengayak punggungnya dengan laju sambil merayu. " Arshad, mak nak sampai, mak nak sampai, mak nak sampai, laju??? laju lagi ?.. Ooo ?arghhhh ?.. ahhh ?.ahhh ?ahhhh. " Serentak dengan itu aku melajukan pergerakanku dan ?. " Uuuhhhh ?. Sampai sayang. " darinya dan kami sama-sama memancutkan air kasih. Tubuhnya mengeletar kenikmatan menerima air kasih ku ke dalam farajnya. Mulutnya mencari-cari mulutku dan mengucupku dengan rakusnya. Kami sampai serentak dengan peluh membasahi tubuh kami.
Selesai pertarungan kami, kami sama-sama terbaring terlentang menghadap ke siling untuk menenangkan nafas kami kembali, masing-masing senyap tanpa berkata-kata buat seketika. Sesekali aku menoleh pada emak mertuaku, Dia tersenyum lemah bila mata kami bertentang. Dia kelihatan gembira. Begitu juga aku.
Setelah nafas kami kembali tenang, kami berpelukkan dan berkucupan. Aku memberanikan diri menyatakan aku cinta padanya dan mahu kerap bersamanya apabila ada kesempatan dan dia membalas dengan mengatakan dia juga telah jatuh cinta pada aku dan terasa amat sayang padaku, bukan sebagai menantunya tetapi sebagai kekasihnya. Dia berjanji akan selalu menyerahkan tubuhnya untuk aku kerjakan selagi ada kesempatan yang mengizinkan. Dia memerlukan lelaki dan lelaki itu adalah aku.
Sebelum kami membersihkan diri masing-masing untuk menyambut kepulangan isteri dan anak-anakku, kami sempat bertarung sekali lagi tetapi secara sederhana dengan penuh kasih sayang. Air maniku telah kehabisan tetapi cukup untuk kami merasa puas dan nikmat.
Petang itu kami duduk di jeti, menunggu rombongan perkelahan pulang dan lagak kami seperti mertua dan menantu. Walaupun kami ingin duduk berpelukkan seperti pasangan lain yang duduk di jeti bersama-sama kami, kami terpaksa menahan perasaan tersebut.
" Arshad, jangan sampai sesiapa sedar hubungan kita, terutama Hasnah dan anak-anak mak yang lain. Nanti kecuh jadinya. " Emak mertuaku memulakan perbualan. Aku menyampuk. " Kita sama-sama jaga perasaan kita depan dia orang, walaupun saya ingin peluk mak sentiasa." " Mak juga rasa macam itu. Kalau boleh mak nak Arshad peluk mak selalu. " balasnya.
" Mak tak pernah bercinta dan tak pernah tahu akan rasa cinta itu bagaimana agaknya tetapi hari ini mak rasakan bahawa perasaan cinta pada Arshad begitu membara sekali. Dulu mak kawin dengan bapak atas kehendak orang tua. Sehingga mak melahirkan 14 orang anak, perasaan cinta itu tidak pernah wujud dalam hidup mak. Mak cuma rasa bahawa hubungan mak dengan bapak adalah kerana tanggungjawab mak sebagai seorang isteri kepada suami sahaja. " Emak mertuaku mula bercerita dan aku hanya mendengarkan sahaja. Dia meneruskan, " Hari ini, mak dapat rasakan cinta, ? cinta mak pada Arshad. Kalaulah kita tidak ada hubungan muhrim, mak hendak kawin dengan Arshad dan hidup bersama sebagai isteri Arshad supaya mak dapat menikmati sepenuhnya rasa cinta yang tak pernah mak alami selama ini, dan mak nak nikmatinya sehingga ke akhir hayat. "
" Bagi saya mak, saya pernah bercinta, cinta pada Hasnah, isteri saya dan anak mak. Mak pun tahu bagaimana saya lalui zaman itu dua puluh dua tahun lalu. Saya sendiri yang beritahu mak dan bapak bahawa saya cintakan anak mak dan mahu mengahwininya. Sehingga sekarang pun kami tetap macam dulu. Kami masih menyintai antara satu sama lain. " Aku menjelaskan pada emak mertuaku. " Tapi pada hari ini, saya telah jatuh cinta pada maknya. Dulu saya jelaskan pada mak bagaimana saya cintakan anak mak tetapi pada hari ini saya masih tetap cintakan Hasnah. Pada hari ini juga saya dapat rasakan cinta saya pada mak. Cinta bagi kali kedua ini amat berlainan dan hebat sekali. Di sini, emak di hadapan saya. Saya tidak dapat menyentuh mak dikhalayak ramai, perasaan rindu saya pada mak dah mula terasa apa lagi selepas ini kita akan berjauhan buat sementara dan akan berjumpa sekali-sekala jika ada kesempatan. " jelasku lagi.
Kami sempat berbual panjang, menjelaskan perasaan masing-masing dan merancang masa depan kami. Bila dan bagaimana kami dapat bertemu dan meneruskan hubungan kami supaya tidak dihidu oleh sesiapapun. Untuk hari-hari seterusnya percutian ini kami berjanji tidak akan melakukan apa-apa supaya jauh dari syak wasangka sehinggalah Hasnah, anak-anak dan adik iparku pulang.
Pada malam itu, kami semua makan bersama. Aku teringatkan janjiku pada isteriku untuk memuaskannya pada malam ini. Aku ragu-ragu jika aku akan mengecewakannya pada malam nanti kerana seluruh tenagaku telahku kerahkan untuk emaknya siang tadi. Maka itu, selepas makan aku minta izin pada isteriku untuk merayau-rayau sendirian pada malam itu dan berjanji akan pulang awal untuk melayani nafsunya pula. Seawalnya tadi, nafsunya memang sudah berkobar-kobar tetapi dia mengizinkan aku setelah aku membuat janji padanya.
Tujuan aku adalah untuk membeli minuman bertenaga "Red Bull" dan menongakknya supaya tenagaku kembali untuk melayan isteriku pula. Nasib aku kurang baik, tidak terdapat kedai yang menjualnya. Aku mula risau dan terus menyusur di gerai-gerai kampung Salang. Aku berhenti untuk minum di sebuah gerai minuman untuk membasahkan tekakku apabila nasib menyebelahiku. Gerai itu ada menjual kopi Tongkat Ali. Aku minum hingga dua gelas hingga badan aku berpeluh kepanasan walaupun cuaca malam itu, dingin sekali. Selepas menghabiskan dua gelas, aku pun beredar untuk pulang ke chalet dan kebilik untuk bertarung kali kedua pula, kini dengan isteriku.
Nampaknya Kopi Tongkat Ali tidak mengecewakan aku atau mungkin ketika aku menyetubuhi isteriku, aku membayangkan emaknya. Yang penting, isteriku puas, seperti biasa, sebelum aku terpancut, dia sampai kepuncak nikmat sebanyak dua kali dan terus terlena kepenatan. Malam itu aku tidur nyenyak dan hanya sedar pada jam 6.00 pagi esoknya. Aku keluar bersiar-siar menyedut udara pagi di tepi pantai. Semasa aku turun dari chalet aku menoleh ke chalet emak mertuaku. Dia tidak kelihatan. Mungkin belum bangun tidur kerana terlalu penat.
Jam 7.30 pagi semua berkumpul untuk sarapan pagi. Aku dan emak mertuaku saling pandang memandang sesekali. Aku rindu untuk memeluknya tetapi apakan daya. Emak mertuaku juga berperasaan sama. Dia menceritakan pada aku selepas kami dapat bersama, setelah pulang daripada percutian.
Jadual hari itu, kami semua di bawa untuk membuat " Jungle Tracking " untuk berkelah di Air terjun dan melihat hidupan liar di Pulau itu. Kali ini, aku dan emak mertuaku ikut bersama. Kerap isteriku suruh aku membantu memimpin emaknya. Walaupun kami mempunyai kesempatan tetapi kami dapat mengawal diri menunaikan janji kami. Aku berlagak sebagai menantu yang baik dan bertanggung jawab dan emak mertuaku menjalankan peranannya sebagai seorang tua yang tidak berdaya berjalan jauh. Sesekali aku mendukungnya. Isteriku kelihatan bangga kerana aku nampak sayang dengan emaknya dan menjaganya dengan baik. Hari itu berjalan dengan tenang. Pagi esoknya kami menghabiskan masa bersiar-siar di Kampung Salang kerana selepas makan tengahari kami akan pulang ke tanah besar di Mersing, Bot kami bertolak pulang pada jam 2.00 petang. Pada kali ini, emak mertuaku tidak mabuk lagi. Dia boleh naik dan turun sendiri dari bot. Kami sampai ke daratan jam 4.00 petang setelah dua jam perjalanan. Jam 4.30 kami terus bertolak dengan bas perlancongan untuk pulang ke bandar.
Seterusnya, perhubunganku dengan emak mertuaku berjalan dengan baik sehingga kehari ini tanpa dapat dihidu oleh sesiapa. Kini hubungan kami telah berjalan selama dua tahun. Sebagai seorang kontraktor, masa aku tidak terkongkong. Aku menyerahkan kerja-kerja pada pembantuku. Urusan pejabat ditangani oleh isteriku dan adik-adik iparku. Kini kunjunganku ke rumah mertuaku semakin kerap tanpa ditemani oleh isteriku kerana terlalu sibuk dengan urusan pejabat yang sengaja aku sibukkannya.
Rumah emak mertuaku telah aku besarkan. Sebuah bilik khas untuk keluargaku apabila kami berkunjung telah aku bina, yang sebenarnya adalah syurga bagi aku dan emak mertuaku untuk meneruskan hubungan kami memuaskan nafsu masing-masing lagaknya sebagai suami isteri. Bilik tersebut hanya aku yang memegang kuncinya dan adik-adik ipar yang amat hormat padaku tidak sesekali mahu mengambil kisah apa yang berlaku dalam bilik tersebut. Mereka juga tidak pernah tahu sama ada aku ada dalam bilik tersebut atau tidak kerana ia terletak di tingkat dua. Di tingkat dua tersebut yang tidak pernah dinaiki oleh adik-adik iparku kerana mereka masing-masing aku binakan bilik sendiri lengkap dengan perabut dan kubelikan set hiburan dalam bilik mereka. Tingkat atas hanya mempunyai bilik keluargaku dan emak mertuaku. Sebab itu apabila emak mertuaku naik ke atas, tiada siapa ambil peduli. Dia akan dipanggil dari bawah sahaja apabila diperlukan dan jika dia keluar dari bilik akupun tiada siapa akan menyedarinya. Maka itu kami bebas melakukan apa sahaja ketika kami bersama. Biasanya apabila kami bersetubuh, aku akan membuka HiFi dengan kuat supaya segala bunyi semasa kami sedang bersetubuh tidak akan kedengaran.
Pada isteriku, selalu aku katakan bahawa aku kena kerja luar berhampiran dengan kampung mertuaku dan aku akan tidur atau berehat di rumah emaknya. Dia amat gembira sekali kerana aku kerap berkunjung dan menjenguk emaknya. Pernah suatu ketika ketika aku sedang menyetubuhi emak mertuaku, telefon bimbitku berbunyi. Dengan batangku masih terbenam dalam lubang nikmat emak mertuaku aku menjawab telefon bimbitku. Melalui telefon, isteriku menanyakan aku berada dimana. Aku nyatakan aku sedang berehat di rumah emaknya. Untuk menyakinkan dirinya dia minta untuk bercakap dengan emaknya. Aku katakan bahawa emaknya sedang berada di dapur tetapi dia tetap ingin bercakap dengan emaknya lalu aku berpura-pura menjerit memanggil emaknya sedangkan emaknya sedang aku hempap dengan batangku masih tertanam. Aku senyapkan selang seminit dan kemudian aku serahkan kepada emak mertuaku yang sedang aku hempap. Emak mertuaku mengambil telefon tersebut dan memulakan perbualan dengan anaknya sambil aku meneruskan henjutan batangku. Aku teruskan menyorong tarik batangku, aku menghisap buah dadanya sedang dia terus berbual-bual dengan anaknya. Aku melihat wajah emak mertuaku menahan kenikmatan dari persetubuhan kami.
" Has! Mak tak dapat berbual panjang ni. Nanti hangus lauk atas dapur, nantilah kita berbual lagi. " Emak mertuaku cuba menamatkan perbualan telefon dengan isteriku dan terus menyerahkan telefon bimbit kepadaku. Aku memastikan aku telah menutupnya dan selepas itu, emak mertuaku mengerang dengan kuat kerana terlalu nikmat dengan asakkanku. Kami meneruskan persetubuhan kami sehingga kekemuncak.
Setiap kali aku berkunjung, akan berakhir dengan sama-sama lemas melakukan persetubuhan berulang-ulang. Kami merasa sungguh bahagia sekali. Dalam pada itu, peti ais di bilikku sentiasa dipenuhi dengan air tin Tongkat Ali untukku dan air tin Manjakani untuk emak mertuaku. Apabila hendak memulakan persetubuhan, kami akan sama-sama menonggak air tersebut dan bertahanlah persetubuhan kami sehingga dua jam. Dengan Tongkat Ali, batangku keras menegak dan dengan Manjakani, pepek emak mertuaku sentiasa sempit seperti anak dara.
 
;